Wednesday 16 April 2014

Letters of Happines - Love Anniversary - The Bay Bali Writing Competition

Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Proyek Menulis Letters of Happiness: Share your happiness with The Bay Bali & Get discovered!   http://www.thebaybali.com/ 




CERPEN – “Letters of Happines”

Love Anniversary

Setahun terlewati dengan cepat. Setahun aku merasakan indahnya hidup bersamamu dan menjadi istrimu. Hanya bahagia yang kurasakan, meski tak kupungkiri jatuh bangun aku berusaha mendapatkannya. Tanggal 2 April adalah hari ulang tahunku dan juga hari ulang tahun pertama pernikahan kami. Tidak perlu mengharapkannya untuk mengingatnya lagi dan menunggu kejutan yang akan dia berikan, karena dia telah membawaku ke The Bay Bali tempat kami akan menghabiskan malam anniversary kami.

Aku telah membayangkan sebuah makan malam romantis tepat di tepi pantai The Bay Bali, karena di sinilah kami mengikat janji pernikahan satu tahun yang lalu. Mungkin sebuah Candle Light Dinner di  “De Opera Beach Club” ?


Bayangan lilin-lilin romantis menemani kami disertai aroma Bunga Melati sudah membuatku tersenyum sendiri. Tapi aku salah, saat ia mengajakku ke sebuah tempat yang tak kuperkirakan sebelumnya.

    “Hey, mau ke mana kita ?” aku terheran menunggu kejutan darinya,
Dia tidak menjawab, hanya tersenyum kulum.

Tidak sampai lima menit dengan berjalan kaki dari The Bay Bali, kami sudah berada di sebuah tempat, yang semakin dekat dengan tempat itu, semakin berdebar jantungku. Sudah menjadi kebiasaannya, aku selalu saja harus bersiap menunggu kejutan yang dibuatnya untukku.

Benar saja, ia membawaku ke tempat kami menikah dulu. Hanya sekarang bukan berwujud kuil Dewa Neptunusku, melainkan sebuah gazebo menghadap Selat Badung, yang bernuansa putih dan dihiasi Bunga Mawar dan Bunga Melati. Di sana telah tersiap sudah, meja dengan sajian makan malam nan romantis, dengan sebuah piano berwarna putih di sana. Lilin-lilin menyala mengelilinginya dengan romantisnya dan aroma perpaduan Bunga Mawar dan Bunga Melati menyeruak dengan segarnya.
Aku hanya bisa terpana melihatnya, tak dapat berkata-kata. Diakah yang merencanakan ini ??

    “Setahun yang lalu, aku menikahimu di sini, Vee, dan aku ingin mengulangnya kembali, kepada saat itu,” ucapnya dengan memandangku hangat dan senyum bahagia di sana.
    “Oh, Bee…,” tak dapat kutahan lagi, aku langsung memeluknya dengan penuh cinta. “Terima kasih banyak.”
Bee tersenyum dan mengecupku erat .
       ”Tempat ini tidak hanya menjadi tempat pernikahan kita, tapi juga saksi perjalanan cinta kita,” dia tersenyum hangat.  ”Kamu ingat, kamu hampir membuang cincin itu di sini ??” menggodaku
Aku terkulum mengingatnya.

Dua tahun yang lalu, setelah masa pacaran kami menginjak tahun ketiga dan diwarnai dengan pertengkaran dan putus nyambung, aku akhirnya memutuskan untuk mengakhiri hubunganku dengannya selamanya. Tapi tidak semudah itu, karena aku masih sangat mencintainya. Lebih menyakitkan lagi saat ia telah memiliki seseorang yang siap ia nikahi. Sebagai pelarianku, aku selalu lari ke atas batu karang tepi pantai dan duduk di sana untuk menenangkan diri.
Indahnya laut sore dan cantiknya matahari yang perlahan-lahan tenggelam. Suara debu ombak yang memecah karang, terdengar indah, justu membuatku semakin teringat dengannya. Kami sering duduk berdua di sini. Di tempat ini juga, setahun yang lalu, aku memutuskan semuanya. Keputusan yang saat itu, tidak aku sesali. Aku sudah lelah dengan pertengkaran kami. Tapi ternyata justru menjadi kesalahan terbesarku. Aku baru menyadari kalau aku memang sangat membutuhkannya dan selalu memilikinya, walau harus dengan pertengkaran. Aku tidak peduli kalau dia sering menyakitiku. Aku hanya ingin dengan dia. Tapi sudah terlambat. Kini telah berubah semua. Aku sudah memutuskan untuk tidak menemuinya lagi. Sekali lagi aku yang menginginkannya.
Aku memandangi ‘Love Ring’ kami yang masih melingkar di jariku. Seperti halnya cincinku yang selalu menggantung di lehernya, tak sedikit pun ada keinginan untuk melepas cincin ini. Mungkin itu artinya aku benar-benar mencintainya. Selama aku memakai cincin ini, itu berarti dia akan selalu ada di hatiku. Selamanya. Tapi sekarang semua sudah berakhir.
Kupandangi Selat Badung yang luas di hadapanku. Haruskah kubuang saja cincin ini untuk menghilangkan dia dari pikiranku? Aku mengangguk, menyetujui niatku.
Dengan hati perih kukecup cincin tersebut. “Goodbye, Love.”
Aku bersiap membuang cincin itu ke tengah lautan, tiba-tiba terdengar suara ponselku berbunyi. 
       “Ya,?” tanpa melihat nama yang tertera di sana.
       “Jangan pernah kamu berani membuang cincin itu!” dengan nada mengancam.
Aku tercekat dengan suara di seberang sana
    “Itu cincin cinta kita, Vee . Beraninya, ya kamu!?”
Aku semakin terkejut, dari mana ia tahu aku hendak membuang cincin ini?
    “Lagipula, cincin itu terlalu bagus untuk kamu lempar ke sana.”
Aku semakin terheran. Dia tahu di sini. Jantungku langsung berdebar kuat.
    “Di mana kamu, Bee?” aku mengedarkan mataku ke sekelilingku, mencarinya
     “Tepat di sebelah mobilmu.”
Mataku langsung tertuju ke arah mobilku, dan aku tak percaya apa yang kulihat. Di sana berdiri Bee menyambut mataku dengan dingin.
Aku terdiam, terpaku.
Ia segera menyusulku naik ke atas tebing, tanpa dapat kumenghindar.
    “Kok tahu, aku ada di sini?”
    “Kalau kamu ingat hari ini, kamu pasti ke sini,” jawabnya tenang.
Aku tertegun. Dia mengingatnya juga.
Untuk menghindari tatapannya, aku memalingkan wajahku ke lautan lepas.
    “Kenapa kamu menghindariku, Vee?” tanyanya lirih.
    “Maafkan aku, Bee. Kamu membuatku marah, dan aku tidak bisa menemuimu lagi.”
    ”Kamu marah, aku lebih marah lagi!”
   “Kamu tidak mencintaiku,” lanjutnya.
Aku tidak menjawab.
    “Aku tidak perlu menjelaskannya lagi, kenapa aku membatalkan pernikahanku, kamu sudah tahu sebabnya. Aku tidak bisa membohongi hati ini. Tapi ya… mungkin kita memang berbeda. Aku bukan kamu yang pintar menyimpan perasaan dan membohongi hati sendiri. Kamu benar-benar munafik. Kalau ada kontes orang munafik, aku yakin kamu pasti menang. Juara pertama, lagi!”
Aku terbelalak dengan ucapannya.
     “Tapi benar kan?” ia tidak peduli. “Aku tidak abis pikir, kamu sendiri yang bilang, satu-satunya yang bisa kamu bahagia cuma jadi milikku, tapi ternyata? Semuanya bohong!”
    “Aku tidak bohong! Memang itu yang satu-satunya kebahagiaanku,” sahutku tajam.
    “Lalu kenapa kamu tidak mau mewujudkannya? Kebahagiaanmu, kebahagiaanku juga. Aku ingin semuanya kembali seperti dulu lagi, Vee. Kita coba lagi dari pertama. Kita bisa memulainya lagi.”
Aku tak menjawab. Jujur, aku memang sangat menginginkan semuanya kembali seperti dulu. Sebelum ada perempuan.
    “Ok, aku tahu aku salah. Dengan memutuskan dia, aku sudah menyakiti hatinya, dan itu yang membuatmu kamu marah, tapi hanya itu jalan satu-satunya agar kita bersama lagi. Kamu harus mengerti,” ia dengan menahan emosinya.
Ia menggenggam tanganku.
     “Kamu tidak salah apa-apa,” suaranya berubah lembut. “Kamu tahu, apa yang ia katakan, sebelum dia pergi? Dia ingin kita bersama lagi. Dia menginginkannya juga.”
Aku terdiam. ‘Aku juga tahu itu.’
    “Kita bisa bersama lagi, Vee. Kita bisa coba semuanya lagi. Aku tahu kamu juga mengiginkannya itu. Aku tahu perasaanmu. Kamu nggak bisa bohong. Kita mulai dari awal lagi.”
Aku tak bisa menjawabnya, tapi hatiku sudah luluh di hadapannya.
    “Vee, kita harus mencobanya lagi. Aku ingin kita menjalaninya lagi. Aku tahu kita pasti bisa.”
Aku menatap matanya yang penuh pengharapan. Tangannya menggenggam tanganku dengan kuat. Air mataku mulai menetes.
    “Mau, kan?” tanyanya lagi.
Tanpa dapat kutahan lagi, aku mengangguk.
Aku langsung memelukknya dengan erat. Aku menangis deras di pundaknya.
Ia memelukku lebih erat seperti tak ingin dilepaskan, “Terima kasih Vee. Aku janji, kita akan baik-baik saja. Aku mencintaimu, dan aku tidak akan melepaskanmu. Kita akan selalu bersama. Aku janji.”
Aku mengangguk, “Aku tahu.”
Dilepaskan pelukannya agar bisa menciumku. We kissed, so deeply, and he hug me so tight. I’m so happy. Aku tidak percaya kalau ini akhirnya terjadi juga. Bee kembali menjadi milikku, tepat di hari kita putus hubungan setahun yang lalu.
    “Aku mencintaimu, Vee, aku sangat mencintaimu, dan aku janji tidak ada yang bisa memisahkan kita.”
Aku tak dapat berucap apa-apa, selain merasa bahagia.
Kami berusaha mengendalikan perasaan kami.
    “Mana cincinnya?” tanyanya.
Aku menyerahkan cincin itu padanya.
    “Aku tidak percaya , kamu mau membuang cincin ‘love’ kita,” ia  dengan tertawa geli.
Aku tersenyum malu.
Ia  memakaikannya di jariku “ I love you, Vee.”
    “Love you too, Bee, I love you so much,” aku tersenyum dengan sangat bahagia.
Kami berdua menghabiskan waktu dengan menyaksikan matahari tenggelam.

Aku semakin tersenyum mengingatnya. Dan beberapa bulan dari hari itu, ia melamarku.

Ia masih tersenyum hangat, saat mengajakku untuk mulai menikmati ”Candle Light Dinner” kami.

Makan malam kami hanya diisi dengan saling tatap, saling pandang, dan saling kagum. Tak dapat terucapan rasa bahagia ini, masih berada di sampingnya, tetap selalu mendampinya.
Digenggamnya tanganku, dan dikecupnya hangat. Matanya terarah dalam dan lembut menembusku. Aku sangat mencintainya.

      “Terima kasih, Vee. Terima kasih sudah begitu mencintaiku, dan tetap bersamaku,” ucapnya terdengar begitu tulus.
Aku tersenyum, “Aku juga. Bersamamu sangat berarti untukku. Aku tidak pernah mengira, betapa aku mencintaimu.”
Ia menatapku dengan wajah dinginnya yang aku sangat sukai. We kissed so deeply. Matanya kemudian tertuju pada sebuah cincin perak yang melingkar di jariku tengahku, berdampingan dengan cincin pernikahan kami.
      “Kamu masih menyimpannya?”
Aku mengangguk, “Aku tidak akan pernah melepaskan semua yang kamu berikan, terlebih ini. Ini cincin sangat istimewa buatku.”
Dia  tersenyum simpul, “Kau tidak keberatan kan, kalau kutambah lagi?”
    “Tambah?” aku tersenyum kulum
Keherananku dijawab dengan mengeluarkan kotak kecil bertuliskan ‘Cartier’ di atasnya, lalu membukanya dan memasangkan di jari tengahku, tepat di atas cincin tadi.
     “Cincin lagi, Bee ?” aku dengan pasrah.  
Dia mengangguk dengan senyumnya yang menawan, “Untuk yang ini, aku sebut cincin ‘Cinta Kedua’. Cincin cinta kita, dan aku selalu berdoa pada Tuhan bahwa kita akan selalu bersama. Tetap di sampingku, Vee,” semakin tulus terasa dalam ucapannya saat dengan erat menggenggam tanganku hangat.
     “Aku akan selalu di sampingmu, Bee, selamanya,” kukecup erat tangannya yang besar.  “Dan terima kasih untuk makan malam yang indah,” dengan tersenyum bahagia.
Ia tersenyum dengan leganya. Kemudian ia melirik piano yang memang sudah ia siapkan berada di sana.

Dengan mengajakku duduk bersama di depan piano, aku siap mendengarnya bernyanyi. Diawali dengan senyumnya, ia mulai memainkan sebuah intro lagu yang sangat kukenal. Aku tersenyum mendengarnya, dia akan menyanyikan lagu ini !

    “Song of a little bird, joy in three little words. I know it’s real, it’s how it feel, to be loved by you,”  ia memulainya.
    “Star of a midnight sky, melody from a lullaby. It’s nothing real, that I wouldn’t steal, to be loved by you. To be loved by you. If everybody knows, it’s only cos it’s shows,
    “A smile, that put you on a high, a kiss that sets your soul a light. Would it be alright, if I spent tonight being loved by you. Being loved by you. If everybody knows, it’s only cos it show,
    “Your love is release you move me with peace, you rescue me time after time. Oh, you give your own, you take it all in your stride. Oh…oh the power, of the symphony, that’s how my heart beats when you’re holding me, I can’t conceal, this is how I feel, to be loved by, oh, yea… to be loved by you. If everybody knows, it’s only cos it shows, because I take your love everywhere I go…
Ia melirikku dengan tersenyum, menghentikan permainannya,
     “I know, what it is I need, it’s clear as a shallow stream. It’s as it seems, my only dream is to be loved by…you,” Ia  menyelesaikan lagunya dengan tersenyum manis. Kemudian mengecupku.
Ia kembali pada pianonya, dan menekan satu tuts piano…
     “You are the sun,” mulai bernyanyi lagi. “you are my light… and you’re the lasting on my mind, before I go to sleep at night. You always around, when I’m in need. When troubles on my mind, you put my soul at ease. There is no-one in this world, who can love me like you do. That is the reason that I, wanna spend forever with you.
    “I’ll be loving you, forever. Deep inside my heart, you’ll leave me never. Even if you took my heart, and torn in apart, I would love you still forever.”
Ia melirikku dengan senyum manisnya. Jemarinya masih menari di atas tuts piano.
    “We’had a fun, and we’ve made mistakes, but who would guess along the road, we’d learn to give and take. It’s so much more, than I could have dreamed, cos you make so easy for me. There is no  one in this world who can love me like you do. That is the reason that I want to spend forever  with you,
    “And girl I pray that you’ll leave me never. Coz’ this is the world, where lovers often go stray. But if we love each other, we won’t go that way. So put your doubts aside, so what it takes to make it right. I love you, forever, no one can makes us apart…”
Ia kembali ke reff kemudian mengakhirinya dengan indah disertai senyumnya yang sangat aku sukai.
    “Aku sangat mencintaimu, Vee, dan terima kasih karena bersedia menikah denganku.”
    “Aku yang seharusnya berterima kasih padamu. Menikahimu adalah hal yang terindah bagiku.”
    “Pada detik ini dan momen ini, aku berjanji; aku tidak akan pernah menyakitimu lagi. Setahun belakangan ini, aku masih membuatmu menangis, tapi aku berjanji sekarang, aku tidak akan melakukannya lagi.”
Aku tersenyum mendengarnya, “Bee, jangan membuat janji yang belum tentu kamu bisa tepati. Aku akan tetap mencintaimu meskipun kau menyakitiku. Seperti dalam lagumu, ‘Even if you took my heart, and torn in apart, I would love you still forever.’ Kamu satu-satunya yang selalu membuatku tertawa, membuatku nangis, membuatku dewasa, dan membuatku tersanjung.
Ia tersenyum, “Tapi aku serius sekarang. Aku tidak mau melihatmu menangis lagi.,” tetap berjanji.
Aku mengangguk, “Ok, aku pegang janjimu. Terima kasih, Bee.”
    “Happy anniversary, I love you so much.”
    “I love you too. Happy anniversery, Bee.” Then we kissed so deeply and full of passion.
Entah bagaimana selanjutnya, kami sudah berdansa, dengan iringan suara deru obak yang terdengar jelas. Tapi kami tidak mempedulikannya. We loved it.

Tidak ada kata yang dapat kukatakan. Aku sangat bahagia!!! Umurku baru 26 tahun, dan memiliki keluarga yang hebat. Aku bahagia bersama suami tercintaku dan bayiku yang cantik. Aku memiliki semuanya. Ada yang lebih bahagia dari ini? Tidak ada. Ini sangat sempurna, aku sempurna dengan Bian Terima kasih, Bee.
I love my birthday, I love our birthday, Bee… and I love this day!!!


Di atas panggung berundak itu, tempat kami mengikrarkan cinta kami dalam pernikahan nan suci. Dan di atas batu karang itu pula tempat kamis sering menghabiskan waktu jika hanya ingin berdua.




The End


 




Tentang saya :

            Hai, nama saya Maria Ulfah Triwiyani, dan biasa dipanggil Upiek. Saya tinggal dan bekerja di Bandung. Saya sudah mengenal nulisbuku sejak tahun 2011, dan sudah menerbitkan  beberapa novel bersama Nulisbuku, di antaranya : ‘Brother’s Love’;  Trilogy Westlife ‘Rose Trilogy’- Lovely Rose 1st Rose Trilogy, Trully Rose 2nd Rose Trilogy, dan Perfect Rose 3rd Rose Triogy. Nulis buku-lah sebagai pewujud impian saya untuk pertama kali memegang novel pertama yang saya tulis sendiri, dan rasaya luar biasa ! :D Novel terbaru saya, ‘Beauty Love Adeline’ setebal 720 halaman. Saya aktif di Fb : Maria ‘Adeline’ Triwiyani, dan di twitter @piekupiek J



DATA PENULIS

Nama               :  Maria Ulfah Triwiyani
Umur               :  32 tahun
Alamat             :  Jl. Mekar Indah I no. 22
                           BTN Saibi Cijerah Bandung, Jawa Barat  40213
                           Tlp. (022) 6042802
No KTP           : 1050164204820001
No HP              : 0811235748
Akun FB          : Maria ‘Adeline’ Triwiyani
Twitter             : @piekupiek
Blogspot          : www.keavycorner.blogspot.com

No comments:

Post a Comment