CERPEN
– “Letters of Happines”
Love Anniversary
Setahun terlewati dengan cepat. Setahun aku merasakan
indahnya hidup bersamamu dan menjadi istrimu. Hanya bahagia yang kurasakan,
meski tak kupungkiri jatuh bangun aku berusaha mendapatkannya. Tanggal 2 April adalah
hari ulang tahunku dan juga hari ulang tahun pertama pernikahan kami. Tidak
perlu mengharapkannya untuk mengingatnya lagi dan menunggu kejutan yang akan
dia berikan, karena dia telah membawaku ke The Bay Bali tempat kami akan
menghabiskan malam anniversary kami.
Aku telah membayangkan sebuah makan
malam romantis tepat di tepi pantai The Bay Bali, karena di sinilah kami
mengikat janji pernikahan satu tahun yang lalu. Mungkin sebuah Candle Light Dinner
di “De Opera Beach Club” ?
Bayangan lilin-lilin romantis
menemani kami disertai aroma Bunga Melati
sudah membuatku tersenyum sendiri. Tapi aku salah, saat ia mengajakku ke sebuah
tempat yang tak kuperkirakan sebelumnya.
“Hey, mau ke mana kita ?” aku terheran menunggu
kejutan darinya,
Dia tidak menjawab, hanya tersenyum kulum.
Tidak sampai lima menit dengan berjalan kaki dari The Bay
Bali, kami sudah berada di sebuah tempat, yang semakin dekat dengan tempat itu,
semakin berdebar jantungku. Sudah menjadi kebiasaannya, aku selalu saja harus
bersiap menunggu kejutan yang dibuatnya untukku.
Benar saja, ia membawaku ke tempat kami menikah dulu.
Hanya sekarang bukan berwujud kuil Dewa Neptunusku, melainkan sebuah gazebo
menghadap Selat Badung, yang bernuansa putih dan dihiasi Bunga Mawar dan Bunga Melati.
Di sana telah tersiap sudah, meja dengan sajian makan malam nan romantis, dengan
sebuah piano berwarna putih di sana. Lilin-lilin menyala mengelilinginya dengan
romantisnya dan aroma perpaduan Bunga Mawar dan Bunga Melati menyeruak dengan
segarnya.
Aku hanya bisa terpana melihatnya, tak dapat berkata-kata. Diakah yang
merencanakan ini ??
“Setahun yang lalu, aku menikahimu di sini, Vee, dan aku ingin mengulangnya
kembali, kepada saat itu,” ucapnya dengan memandangku hangat dan senyum bahagia
di sana.
“Oh, Bee…,”
tak dapat kutahan lagi, aku langsung memeluknya dengan penuh cinta. “Terima
kasih banyak.”
Bee tersenyum dan mengecupku erat .
”Tempat ini tidak hanya menjadi tempat
pernikahan kita, tapi juga saksi perjalanan cinta kita,” dia tersenyum hangat. ”Kamu ingat, kamu hampir membuang cincin itu
di sini ??” menggodaku
Aku terkulum mengingatnya.
Dua tahun yang lalu, setelah masa pacaran kami menginjak
tahun ketiga dan diwarnai dengan pertengkaran dan putus nyambung, aku akhirnya memutuskan
untuk mengakhiri hubunganku dengannya selamanya. Tapi tidak semudah itu, karena
aku masih sangat mencintainya. Lebih menyakitkan lagi saat ia telah memiliki
seseorang yang siap ia nikahi. Sebagai pelarianku, aku selalu lari ke atas batu
karang tepi pantai dan duduk di sana untuk menenangkan diri.
Indahnya laut sore dan cantiknya matahari yang perlahan-lahan
tenggelam. Suara debu ombak yang memecah karang, terdengar indah, justu membuatku
semakin teringat dengannya. Kami sering duduk berdua di sini. Di tempat ini
juga, setahun yang lalu, aku memutuskan semuanya. Keputusan yang saat itu,
tidak aku sesali. Aku sudah lelah dengan pertengkaran kami. Tapi ternyata
justru menjadi kesalahan terbesarku. Aku baru menyadari kalau aku memang sangat
membutuhkannya dan selalu memilikinya, walau harus dengan pertengkaran. Aku
tidak peduli kalau dia sering menyakitiku. Aku hanya ingin dengan dia. Tapi
sudah terlambat. Kini telah berubah semua. Aku sudah memutuskan untuk tidak
menemuinya lagi. Sekali lagi aku yang menginginkannya.
Aku memandangi ‘Love Ring’ kami
yang masih melingkar di jariku. Seperti halnya cincinku yang selalu menggantung
di lehernya, tak sedikit pun ada keinginan untuk melepas cincin ini. Mungkin
itu artinya aku benar-benar mencintainya. Selama aku memakai cincin ini,
itu berarti dia akan selalu ada di hatiku. Selamanya. Tapi sekarang semua sudah berakhir.
Kupandangi Selat Badung yang luas di hadapanku. Haruskah
kubuang saja cincin ini untuk menghilangkan dia dari pikiranku? Aku mengangguk,
menyetujui niatku.
Dengan hati perih kukecup cincin tersebut. “Goodbye, Love.”
Aku bersiap membuang cincin itu ke tengah lautan, tiba-tiba terdengar
suara ponselku berbunyi.
“Ya,?”
tanpa melihat nama yang tertera di sana.
“Jangan pernah kamu berani membuang cincin
itu!” dengan nada mengancam.
Aku tercekat dengan suara di seberang sana
“Itu cincin cinta kita, Vee .
Beraninya, ya kamu!?”
Aku
semakin terkejut, dari mana ia tahu aku hendak membuang cincin ini?
“Lagipula, cincin itu terlalu
bagus untuk kamu lempar ke sana.”
Aku semakin terheran. Dia tahu di sini. Jantungku langsung berdebar kuat.
“Di mana kamu, Bee?” aku
mengedarkan mataku ke sekelilingku, mencarinya
“Tepat
di sebelah mobilmu.”
Mataku langsung tertuju ke arah mobilku, dan aku tak percaya apa yang kulihat.
Di sana berdiri Bee menyambut mataku dengan dingin.
Aku terdiam, terpaku.
Ia segera menyusulku naik ke atas tebing, tanpa dapat kumenghindar.
“Kok tahu, aku ada di sini?”
“Kalau kamu ingat hari ini, kamu pasti ke
sini,” jawabnya tenang.
Aku
tertegun. Dia mengingatnya juga.
Untuk
menghindari tatapannya, aku memalingkan wajahku ke lautan lepas.
“Kenapa kamu menghindariku, Vee?”
tanyanya lirih.
“Maafkan aku, Bee. Kamu
membuatku marah, dan aku tidak bisa menemuimu lagi.”
”Kamu marah, aku lebih marah
lagi!”
“Kamu tidak mencintaiku,” lanjutnya.
Aku tidak menjawab.
“Aku tidak perlu menjelaskannya lagi, kenapa aku membatalkan
pernikahanku, kamu sudah tahu sebabnya. Aku tidak bisa membohongi hati ini. Tapi ya… mungkin kita memang berbeda. Aku bukan kamu yang pintar
menyimpan perasaan dan membohongi hati sendiri. Kamu benar-benar munafik. Kalau ada kontes orang munafik, aku
yakin kamu pasti menang. Juara pertama, lagi!”
Aku terbelalak dengan ucapannya.
“Tapi benar kan?” ia tidak
peduli. “Aku tidak abis pikir, kamu sendiri yang bilang, satu-satunya yang bisa
kamu bahagia cuma jadi milikku, tapi ternyata? Semuanya bohong!”
“Aku tidak bohong! Memang itu
yang satu-satunya kebahagiaanku,” sahutku tajam.
“Lalu kenapa kamu tidak mau
mewujudkannya? Kebahagiaanmu, kebahagiaanku juga. Aku ingin semuanya kembali seperti dulu
lagi, Vee. Kita coba lagi dari pertama. Kita bisa memulainya lagi.”
Aku
tak menjawab. Jujur, aku memang sangat menginginkan semuanya kembali seperti
dulu. Sebelum ada perempuan.
“Ok, aku tahu aku salah. Dengan memutuskan dia,
aku sudah menyakiti hatinya, dan itu yang membuatmu kamu marah, tapi hanya itu
jalan satu-satunya agar kita bersama lagi. Kamu harus mengerti,” ia dengan
menahan emosinya.
Ia menggenggam tanganku.
“Kamu tidak salah apa-apa,”
suaranya berubah lembut. “Kamu tahu, apa yang ia katakan, sebelum dia pergi?
Dia ingin kita bersama lagi. Dia menginginkannya juga.”
Aku terdiam. ‘Aku
juga tahu itu.’
“Kita bisa bersama lagi, Vee.
Kita bisa coba semuanya lagi. Aku tahu kamu juga mengiginkannya itu. Aku tahu perasaanmu. Kamu nggak bisa
bohong. Kita mulai dari awal lagi.”
Aku tak bisa menjawabnya, tapi hatiku
sudah luluh di hadapannya.
“Vee, kita harus mencobanya lagi. Aku ingin kita menjalaninya lagi. Aku
tahu kita pasti bisa.”
Aku menatap matanya yang penuh
pengharapan. Tangannya menggenggam tanganku dengan kuat. Air mataku mulai
menetes.
“Mau, kan?” tanyanya lagi.
Tanpa
dapat kutahan lagi, aku mengangguk.
Aku langsung memelukknya dengan erat. Aku menangis deras di pundaknya.
Ia memelukku lebih erat seperti tak ingin dilepaskan, “Terima kasih Vee. Aku janji, kita akan
baik-baik saja. Aku mencintaimu, dan aku tidak akan melepaskanmu. Kita akan
selalu bersama. Aku janji.”
Aku mengangguk, “Aku tahu.”
Dilepaskan pelukannya agar bisa menciumku. We kissed,
so deeply, and he hug me so tight. I’m so happy. Aku tidak percaya
kalau ini akhirnya terjadi juga. Bee kembali menjadi milikku, tepat di hari
kita putus hubungan setahun yang lalu.
“Aku mencintaimu, Vee, aku sangat
mencintaimu, dan aku janji tidak ada yang bisa memisahkan kita.”
Aku tak dapat berucap apa-apa, selain merasa bahagia.
Kami berusaha mengendalikan perasaan kami.
“Mana cincinnya?” tanyanya.
Aku
menyerahkan cincin itu padanya.
“Aku tidak percaya , kamu mau membuang
cincin ‘love’ kita,” ia dengan tertawa
geli.
Aku
tersenyum malu.
Ia
memakaikannya di jariku “
I love you, Vee.”
“Love you too, Bee, I love you so much,” aku
tersenyum dengan sangat bahagia.
Kami berdua menghabiskan waktu dengan menyaksikan matahari tenggelam.
Aku semakin
tersenyum mengingatnya. Dan beberapa bulan dari hari itu, ia melamarku.
Ia masih tersenyum hangat, saat mengajakku untuk mulai menikmati ”Candle Light Dinner” kami.
Makan malam kami hanya diisi
dengan saling tatap, saling pandang, dan saling kagum. Tak dapat terucapan rasa
bahagia ini, masih berada di sampingnya, tetap selalu mendampinya.
Digenggamnya tanganku, dan dikecupnya hangat.
Matanya terarah dalam dan lembut menembusku. Aku sangat mencintainya.
“Terima kasih, Vee. Terima
kasih sudah begitu mencintaiku, dan tetap bersamaku,” ucapnya terdengar begitu
tulus.
Aku tersenyum, “Aku juga. Bersamamu sangat berarti untukku. Aku tidak
pernah mengira, betapa aku mencintaimu.”
Ia menatapku dengan wajah dinginnya yang aku sangat
sukai. We kissed so deeply.
Matanya kemudian tertuju pada sebuah cincin perak yang melingkar di jariku
tengahku, berdampingan dengan cincin pernikahan kami.
“Kamu masih menyimpannya?”
Aku
mengangguk, “Aku tidak akan pernah melepaskan semua yang kamu berikan, terlebih
ini. Ini cincin sangat istimewa buatku.”
Dia
tersenyum simpul, “Kau tidak keberatan
kan, kalau kutambah lagi?”
“Tambah?”
aku tersenyum kulum
Keherananku
dijawab dengan mengeluarkan kotak kecil bertuliskan ‘Cartier’ di atasnya, lalu
membukanya dan memasangkan di jari tengahku, tepat di atas cincin tadi.
“Cincin lagi, Bee ?” aku dengan
pasrah.
Dia
mengangguk dengan senyumnya yang menawan, “Untuk yang ini, aku sebut cincin
‘Cinta Kedua’. Cincin cinta kita, dan aku selalu berdoa pada Tuhan bahwa kita
akan selalu bersama. Tetap di sampingku, Vee,” semakin tulus terasa dalam
ucapannya saat dengan erat menggenggam tanganku hangat.
“Aku
akan selalu di sampingmu, Bee, selamanya,” kukecup erat tangannya yang besar. “Dan terima kasih untuk makan malam yang
indah,” dengan tersenyum bahagia.
Ia
tersenyum dengan leganya. Kemudian ia melirik piano yang memang sudah ia
siapkan berada di sana.
Dengan mengajakku duduk bersama di depan piano, aku siap
mendengarnya bernyanyi. Diawali
dengan senyumnya, ia mulai memainkan sebuah intro lagu yang sangat kukenal. Aku tersenyum
mendengarnya, dia akan menyanyikan lagu ini !
“Song of a little
bird, joy in three little words. I know it’s real, it’s how it feel, to be
loved by you,” ia
memulainya.
“Star of a midnight
sky, melody from a lullaby. It’s nothing real, that I wouldn’t steal, to be
loved by you. To be loved by you. If everybody knows, it’s only cos it’s shows,
“A smile, that put you
on a high, a kiss that sets your soul a light. Would it be alright, if I spent
tonight being loved by you. Being loved by you. If everybody knows, it’s only
cos it show,
“Your love is release
you move me with peace, you rescue me time after time. Oh, you give your own,
you take it all in your stride. Oh…oh the power, of the symphony, that’s how my
heart beats when you’re holding me, I can’t conceal, this is how I feel, to be
loved by, oh, yea… to be loved by you. If everybody knows, it’s only cos it
shows, because I take your love everywhere I go…”
Ia melirikku dengan tersenyum, menghentikan permainannya,
“I know, what it is I
need, it’s clear as a shallow stream. It’s as it seems, my only dream is to be
loved by…you,” Ia menyelesaikan lagunya dengan tersenyum manis. Kemudian
mengecupku.
Ia kembali pada pianonya, dan menekan satu tuts piano…
“You are the sun,”
mulai bernyanyi lagi. “you are my light… and you’re the lasting on my mind, before I go to
sleep at night. You always around, when I’m in need. When troubles on my mind,
you put my soul at ease. There is no-one in this world, who can love me like
you do. That is the reason that I, wanna spend forever with you.
“I’ll be loving you,
forever. Deep inside my heart, you’ll leave me never. Even if you took my
heart, and torn in apart, I would love you still forever.”
Ia melirikku dengan senyum manisnya. Jemarinya masih menari di atas tuts piano.
“We’had a fun, and we’ve made mistakes, but who would guess
along the road, we’d learn to give and take. It’s so much more, than I could
have dreamed, cos you make so easy for me. There is no one in this world who can love me like you
do. That is the reason that I want to spend forever with you,
“And girl I pray that
you’ll leave me never. Coz’ this is the world, where lovers often go stray. But
if we love each other, we won’t go that way. So put your doubts aside, so what
it takes to make it right. I love you, forever, no one can makes us apart…”
Ia kembali ke reff
kemudian mengakhirinya dengan indah disertai senyumnya yang sangat aku sukai.
“Aku sangat mencintaimu, Vee,
dan terima kasih karena bersedia menikah denganku.”
“Aku yang seharusnya
berterima kasih padamu. Menikahimu adalah hal yang terindah bagiku.”
“Pada
detik ini dan momen ini, aku berjanji; aku tidak akan pernah menyakitimu lagi.
Setahun belakangan ini, aku masih membuatmu menangis, tapi aku berjanji
sekarang, aku tidak akan melakukannya lagi.”
Aku tersenyum mendengarnya, “Bee, jangan membuat
janji yang belum tentu kamu bisa tepati. Aku akan tetap mencintaimu meskipun kau menyakitiku. Seperti dalam
lagumu, ‘Even if you
took my heart, and torn in apart, I would love you still forever.’ Kamu satu-satunya yang selalu membuatku tertawa, membuatku
nangis, membuatku dewasa, dan membuatku tersanjung.”
Ia tersenyum, “Tapi aku
serius sekarang. Aku tidak mau
melihatmu menangis lagi.,” tetap berjanji.
Aku mengangguk, “Ok, aku pegang janjimu. Terima kasih, Bee.”
“Happy anniversary, I love you so much.”
“I love you too. Happy anniversery, Bee.”
Then we kissed so deeply and full of passion.
Entah bagaimana
selanjutnya, kami sudah berdansa, dengan iringan suara deru obak yang terdengar
jelas. Tapi kami tidak mempedulikannya. We
loved it.
Tidak ada kata yang dapat kukatakan.
Aku sangat bahagia!!! Umurku baru 26 tahun, dan memiliki keluarga yang hebat.
Aku bahagia bersama suami tercintaku dan bayiku yang cantik. Aku memiliki
semuanya. Ada yang lebih bahagia dari ini? Tidak ada. Ini sangat sempurna, aku
sempurna dengan Bian Terima kasih,
Bee.
I
love my birthday, I love our birthday, Bee… and I love this day!!!
Di
atas panggung berundak itu, tempat kami mengikrarkan cinta kami dalam
pernikahan nan suci. Dan di atas batu karang itu pula tempat kamis sering
menghabiskan waktu jika hanya ingin berdua.
The End |
Tentang saya :
Hai, nama saya Maria Ulfah
Triwiyani, dan biasa dipanggil Upiek. Saya tinggal dan bekerja di Bandung. Saya
sudah mengenal nulisbuku sejak tahun 2011, dan sudah menerbitkan beberapa novel bersama Nulisbuku, di
antaranya : ‘Brother’s Love’; Trilogy
Westlife ‘Rose Trilogy’- Lovely Rose 1st Rose Trilogy, Trully Rose 2nd
Rose Trilogy, dan Perfect Rose 3rd Rose Triogy. Nulis buku-lah
sebagai pewujud impian saya untuk pertama kali memegang novel pertama yang saya
tulis sendiri, dan rasaya luar biasa ! :D Novel terbaru saya, ‘Beauty Love
Adeline’ setebal 720 halaman. Saya aktif di Fb : Maria ‘Adeline’ Triwiyani, dan di twitter @piekupiek J
DATA
PENULIS
Nama :
Maria Ulfah Triwiyani
Umur :
32 tahun
Alamat :
Jl. Mekar Indah I no. 22
BTN Saibi Cijerah Bandung, Jawa Barat 40213
Tlp. (022) 6042802
No KTP : 1050164204820001
No HP : 0811235748
Akun FB : Maria ‘Adeline’ Triwiyani
Twitter : @piekupiek
Blogspot : www.keavycorner.blogspot.com
No comments:
Post a Comment