Cuplikan Lovely Rose 1st Rose Trilogy Hal. 113 - 122
“Ayo Bryan, Mark, pasang berapa?”
tanya Nicky semangat.
“£100,” sahut Bryan yakin, menyebut jumlah uang
taruhannya.
“£100? Yang bener, nih?” Mark terbelalak.
”Aku £30,” lanjutnya.
“Ok, £35,” ucap Nicky seraya melirik Kee-an
yang sedang menyusun bola pada segitiga.
“£35,” sahut Shane.
“£40,” ucap Kee-an lalu mencabut
segitiganya.
Mereka sedang berada
di klub, bermain bola biliar. Mereka memang hobi sekali bermain bola sodok
ini dan seperti biasa, pasti pake uang.
“Wah, kok, kecil-kecil? Nggak berani, ya?”
ucap Bryan pongah.
Mark cuma nyengir.
“Dah, mulai,” Bryan mulai menggosok-gosok
ujung tongkat biliar dengan gabus lalu memasang kuda-kuda siap beraksi.
Ctar!
Seketika, sususan bola yang tadinya rapi, berserakan di atas meja.
Plung…plung…, dua bola
langsung masuk lubang.
“Yes!”
sorak Bryan girang dengan senyum kemenangan.
Ia mulai memasang aksinya lagi,
Ctak! Plung…plung, dua
bola masuk lagi.
“Hebat!”
Keempat temannya
menunggu dengan sabar.
Kali ini ia memakai atraksi.
Ctak! Tapi sayang
atraksinya tidak berhasil, bolanya meleset dari sasaran.
Setelah Bryan, giliran
Mark. Sesaat Mark memperhatikan bolanya, berpikir, menyusun posisi terbaik. Kemudian
ia memasang aksinya. Dengan
serius Mark membidik bolanya.
Ctak! plung.
Mark memilih bola lagi
dan membidiknya.
Ctak! Plung.
Ctak! Plung.
Ctak! Plung.
4 bola dapat
dimasukkan dengan baik oleh Mark tanpa ada kata sorak terdengar darinya, hanya
cengiran yang ada. Ini dia yang asyik dari Mark, tanpa bersuara, penuh
perhitungan, dan masuk!
Ctak! Eit, bolanya
meleset, menjauhi sasaran.
Mark hanya menghela
nafas.
Kee-an siap beraksi,
setelah kegagalan Mark.
Kali ini ia memilih bola dengan posisi sulit, bola no. 8. Ia harus menggunakan trik untuk dapat
memasukkan bola yang ditujunya.
Ctak! Kee-an menyodok
bola dengan kekuatan penuh.
Bola langsung melesat
membentur dinding meja biliar kemudian ke sisi yang lain, sisi berikutnya dan
sisi berikutnya lagi, tanpa mengenai bola sasaran. Ke-10 mata mengikuti arah
bola itu yang hanya mengelilingi lapangan biliar.
Shane tertawa geli
melihat bola yang sedang berpusing-pusing ria. Akhirnya kecepatan bola itu
berkurang, semakin berkurang dan mulai mendekati bola sasaran yang berada di
mulut lubang. Kee-an menunggu dengan tegang.
“Ayo masuk, masuk,” Kee-an memberi semangat
pada bola putihnyanya agar mengenai bola no.8 dan masuk lubang.
Tapi bola putih itu
sudah hampir berhenti.
“Nggak, dia nggak akan masuk,” Bryan
pesimis.
“Nggak, pasti masuk,” sahut Mark yakin.
Tuk, …. plung! Akhirnya bola no. 8
masuk juga.
“Yes!!”
pekik Kee-an girang.
Seketika itu juga tawa
Bryan, Mark, Shane dan Nicky, meledak, mengingat bola tadi harus berputar-putar
dulu untuk mengenai bola no.8.
“Hebat, Ki!!” sorak Shane.
“Makasih, makasih, makasih,” ucapnya penuh
kebanggaan.
Kee-an bersiap lagi
untuk menyodok bola.
Ctak! plung.
“Sial,” sesal Kee-an. Kali ini bola yang
ditujunya tidak masuk, justru bola putihnya yang masuk. Payah!
“Giliran gue,” ucap Shane bersemangat.
Ctak, plung!
Ctak, plung!
Shane berhasil
memasukkan dua bola, begitupun Nicky.
“Ok, bola tinggal dua, semuanya milik gue,”
ucap Bryan super yakin setelah kegagalan Nicky.
Mark cuma mengangguk
dengan tersenyum.
Dengan semangat
pejuang IRA, Bryan menyodok bola putih itu. Tapi seperti Kee-an tadi, bukan
bola yang ditujunya yang masuk, melainkan bola putihnya.
“Sial!”
Mark berusaha menahan
tawanya melihat kekesalan Bryan.
Dengan tenang Mark
menyodok bola putih itu.
Ctak! plung.
Bola tinggal satu. Bryan
mulai was-was. Kalau Mark berhasil memasukkan bola ini, berarti Mark yang akan
menang. Gawat!!
“Gue harus berbuat sesuatu, nih,” batin Bryan.
Mark bersiap lagi untuk menyodik bola yang tinggal satu ini. Ketika siap untuk
membidik bola, Bryan mengikuti posisinya di sampingnya dengan menghembuskan
tiupan halus di telinga Mark.
Awalnya Mark tidak
mempedulikannya. Dia tahu Bryan sedang berusaha merusak konsentrasinya, tapi Bryan terus
melakukannya,
“Bryan…,” Mark memperingatkan. Namun tidak
digubris oleh Bryan dan tetap meniup.
Mark langsung berdiri,
wajahnya dibuat segarang mungkin.
“Ok…ok… gue nggak akan ganggu.”
Shane, Nicky dan Kee-an
tidak dapat menahan tawanya.
Kemudian Mark kembali
bersiap dengan posisinya, konsentrasi penuh.
Duk!
“Aw!!” Mark langsung meloncat kaget. ”Bryannn!!!”
pekik Mark kesal.
Bryan sengaja menyodok
pantat Mark dengan stik biliarnya.
“Sorry,” ucap Bryan dengan wajah tanpa
dosa.
Mark langsung
tersadar. Karena kaget, secara refleks, stiknya menyodok bolanya. Ke-10 mata
mengikuti bola yang berpusing-pusing dulu, dan…,
“Masuk!!” sorak Kee-an girang.
Mark langsung tersenyum kemenangan pada Bryan,
“Maaf, ya, nggak mempan, tuh,” ucapnya
puas.
Bryan langsung nyengir
kesal.
“Gua menang,” lanjut Mark senang saat
mengumpulkan uang.
“Andrew, tuh,” Shane tiba-tiba menyenggol
tangan Kee-an.
Mata Nicky dan Kee-an
langsung mengarah ke arah yang ditunjukkan Shane.
Kee-an melihat Andrew
bersama gengnya tanpa Keavy. Andrew justru bersama cewek lain. Kee-an baru
teringat, sudah beberapa hari ini ia tidak melihat Andrew bersama Keavy. Apa
mereka berantem lagi? Kee-an tidak mengerti, tapi hatinya terasa panas melihat
Andrew bersama cewek lain, seakan ia bisa merasakan sakit hati Keavybila ia
melihat ini juga.
Shane meremas pundak Kee-an
agar tenang.
“Yuk,” Shane mengajak Kee-an duduk
bergabung dengan Bryan, Mark dan Nicky.
“Chears,”
Nicky mengangkat gelas.
“Chears,”
sambut keempat temannya seraya mengangkat gelas mereka.
Mata Kee-an masih
tertuju pada Andrew. Andrew menyadari ia sedang diperhatikan dan membalas tatapan Kee-an dengan tajam. Kee-an
langsung buang muka, kembali pada Kimpat temannya.
Selang beberapa saat, Kee-an
melihat Andrew masuk ke toilet. Setelah pamit pada Nicky, ia menyusul Andrew ke
toilet.
“Hi,” sapa Andrew ramah melihat Kee-an
masuk ke dalam toilet.
“Hi,” mau tak mau Kee-an harus
menyahutnya.
“Bareng Keavy?”tanya
Andrew dingin.
“Nggak. Loe, kan cowoknya, harusnya Keavy
sama loe kan,” sahut Kee-an.
”Kalian berantem lagi, ya?”
Andrew tak menjawab.
“Lagi
berantem bukan berarti cari yang lain,” sindir Kee-an.
Andrew menoleh, ”Kita
udah putus, kok,” sahutnya masih tenang.
“Hah?”
“Dia nggak ngasih tau loe?” Andrew terheran. ”Gua yang
mutusin,” lanjutnya ringan.
“Hah? Tega bener, loe mutusin dia lagi! Dia
sangat mencintai loe, tau!” Kee-an mulai naik darah.
“Hey, gue juga cinta dia!”
Bruk! Tiba-tiba Kee-an
mendorong tubuh Andrew yang besar dan mencengkeram kerah baju Andrew.
“Jangan bilang loe cinta dia kalau loe
nyakitin dia!” tekan Kee-an marah.
“Lepasin tangan loe!” Andrew memperingatkan
dengan tajam. Ia tidak suka diperlakukan seperti ini.
Kee-an segera
melepaskan tangannya.
“Gue cinta dia!” ucap Andrew tajam.
“Trus kenapa loe putusin dia?” tanya Kee-an
tak kalah tajamnya.
“Karena dia mencintai loe. Dia
lebih cinta loe, daripada cinta gue!”
Kee-an hampir saja tertawa mendengar ucapan Andrew.
“Udahlah, Nggak usah pake gue
buat jadi alasan,” balas Kee-an. Jelas dia cinta gue. Keavy ama gua kan
sobatan, loe juga tau itu kan? Elo emang nggak bisa membedakan mana cinta
persahabatan dan mana cinta kekasih. Bodo aja, elo cemburu. Sebelumnya elo juga
tau kan, gua sama Keavy udah deket banget? Kalo loe cemburu, kenapa loe
‘jadian’ sama Keavy? ”
“Elo emang keterlaluan. Elo udah
nyakitin Keavy dua kali, tau nggak! Dan semuanya karena elo cemburu? Tau gini,
gua nggak akan ngebiarin Keavy ‘balik’ lagi sama elo!”
Andrew benar-benar
tidak terima dengan omongan Kee-an,
“Heh, denger ya!” kini giliran Andrew yang
mendorong Kee-an sampai terjatuh, ”Jujur, gue emang cemburu. Gua cemburu sama
kedekatan loe dengan Keavy, tapi kecemburuan gua ada alasannya, Karena dia
emang mencintai loe. Gua udah nggak sengaja membaca buku hariannya, dan
semuanya tertulis tentang perasaannya sama loe. Gimana cintanya dia ama loe,
gimana dia nggak bisa jauh sama loe. Mikir dong, gimana perasaan gue waktu tau
itu, ternyata cewek yang gua cintai diam-diam mencintai cowok lain. Dia
mencintai sahabatnya sendiri!”
Kee-an terpaku dengan
ucapan Andrew dan tak percaya.
*
“Mana Kian?” tanya Bryan.
“Tadi pamitnya ke toilet,” jawab
Nicky.
“Andrew juga nggak ada di
mejanya,” lanjut Shane setelah melihat meja gengnya Andrew.
Bryan langsung beranjak dari tempat duduknya.
*
“Loe nggak sadar apa, kalo dia
emang mencintai loe? Cintanya ama loe bukan sekedar cinta sahabat atau
adik-kakak, tapi lebih! Gua
aja nggak buta!”
Kee-an tergugu tak
bisa berucap.
“Loe juga cinta dia, kan?” tanya Andrew
tajam.
Kee-an menatap Andrew
dan tidak mengerti.
“Terus kalo dia emang cinta gue, kenapa
waktu gua nembak dia, dia nolak?”
Andrew tersenyum
sinis, ”Mana gua tau.”
Kee-an bener-bener
tidak mengerti.
“Kian!?” tiba-tiba Bryan masuk ke toilet
dan menemukan Kee-an terduduk di lantai. Kemudian ia beralih pada Andrew,
“Heh, yang adil dong? Nggak liat apa, badan
loe segede apa!?” protesnya karena
menyangka Kian dan Andrew berkelahi.
“Loe nggak usah ikut campur, deh. Ini
antara gue sama
dia!” balas Andrew.
Bryan siap memukul
Andrew, tapi,
“Bryan, berhenti! Kita nggak berantem,”
tahan Kee-an.
“Tapi…?”
Kee-an segera
bangkit. ”Kita cuma ngobrol.”
“Loe cinta dia, dan dia juga
cinta loe, jadi loe tau artinya kan?”
ucap Andrew serius pada Kee-an.
Kee-an berusaha
menangkap arti ucapan Andrew dan hampir tidak mempercayainya.
“Kenapa loe bantu gue? Bukannya loe juga
masih cinta dia, kan?”
“Gue sangat
mencintainya, dan akan selalu begitu. Tapi gue lebih milih untuk dia bahagia,
jadi kita harus putus, karena gua tahu dia nggak akan bahagia sama gua. Tapi
loe, cuma loe yang bisa bikin dia bahagia. Cuma loe yang dia cinta dan
satu-satunya yang bisa bikin dia bahagia,” ucap Andrew. Kemudian ia berjalan
menuju pintu.
Kee-an hampir saja
tidak mempercayai ucapan Andrew. Keavy benar, Andrew sangat baik dan berhati
besar.
“Hey …,” panggil Kee-an pelan.
Andrew menengok ke
arah Kee-an.
“Makasih,” ucap Kee-an.
Tanpa tersenyum, ia mengangguk kemudian keluar dari toilet.
“Kian, loe nggak pa-pa?” tanya Bryan langsung begitu Andrew keluar. Sejak tadi ia hanya
memperhatikan antara Andrew dan Kee-an tanpa tahu apa yang mereka bicarakan.
“Yeah, gue nggak pa-pa,” sahutnya seraya
berjalan menuju pintu keluar.
“Trus, ini kenapa? Apa yang
terjadi?” Bryan mengejar Kee-an yang keluar dari toilet. ”Heh, Kian!?”
Kee-an kembali ke meja anak-anak dengan wajah semrawut dan duduk di sebelah
Mark. Bryan
mengikuti di belakang.
“Ada apaan, sih?” Nicky bertanya pada Bryan.
Bryan mengangkat bahu,
”Nggak tahu.”
Mark, Nicky, Shane dan
Bryan memperhatikan Kee-an yang kebingungan.
“Apa sih, liat-liat!!?” protes Kee-an langsung.
Keempatnya langsung
buang muka.
Kee-an masih
memikirkan Keavy, dan bener-bener tidak mengerti. Tapi kalau memang benar Keavy
mencintainya, berarti ia masih punya kesempatan untuk lagi untuk ‘menembaknya’
dan kali ini Keavy tidak mungkin bisa menolaknya.
***
Duarr!!
Seseorang mencoba
mengagetkanku dari belakang dan kali ini berhasil.
“Astaga Kee-an!!! Gila kamu, ya!” teriakku
kaget setelah tahu itu Kee-an. “Kamu mau bikin aku jantungan!”
Kee-an tertawa
kesenangan.
“Udah, jangan ketawa…”
“Iya, kalo ketawa, aku jadi jelek, kan?”
potong Kee-an wajahnya langsung dimanyunkan.
“Aduh, ampe marah gitu. Enggak, kamu cakep kok. Cakep
banget.”
Kee-an tersenyum
manis, manis sekali.
“Tadi
malam aku ketemu Andrew,” ucapnya.
Aku tercekat.
“Dengan cewek lain,” lanjutnya lagi.
“Oh,
yeah?” nadaku menggantung.
“Kok, kamu nggak cemburu?”
“Kenapa harus cemburu?” tanyaku sedikit gusar.
“Oh, iya, ya, kenapa juga harus cemburu, kamu kan udah putus
sama dia, ya kan?” todong Kee-an langsung.
Aku benar-benar kaget.
Dari mana ia tahu, aku sudah putus dengan Andrew. Pasti Andrew yang
memberi-tahukan.
“Kenapa kamu nggak bilang? Kenapa?” tanya Kee-an lagi.
Aku terdiam.
“Waktu kamu ‘balikan’ lagi sama Andrew,
kamu juga nggak ngasih tahu. Sekarang juga nggak. Masa’ aku harus tau dari Andrew?
Kami hampir saja berantem, gara-gara ngelihat dia sama cewek lain.”
Aku tetap terdiam bingung harus bicara apa.
“Andrew sudah cerita
semuanya…juga tentang kenapa dia mutusin kamu,” lanjut Kee-an.
Aku tercekat dan
menatap Kee-an. Kee-an tersenyum manis.
“Kenapa harus bohong, Keav? Kenapa kamu
harus nolak aku saat aku ‘nembak’ dulu, itu khan sama aja membohongi diri
sendiri. Sakit, kan?”
Aku mulai meneteskan
air mata. Bener Kee-an, membohongi hati sendiri, sakit sekali.
“Kamu mencintaiku juga, kan?” tanya Kee-an
hati-hati.
Aku tidak menjawab
tetap menunduk.
“Keav?” desak
Kee-an.
“Kamu udah tau, aku nggak usah
ngomong lagi.”
“Yeah, tapi aku pengen dengar
dari kamu sendiri. Dari bibirmu sendiri.”
Aku terdiam sesaat,
memandang mata Kee-an yang biru, seakan terus mendesak agar aku mengucapkannya.
“Iya, Kee-an, aku memang mencintaimu,
sangat mencintai kamu! Tapi kalo kamu memintaku untuk jadi pacarmu, aku nggak
bisa.”
“Kenapa?” Kee-an terheran.
“Kamu tahu kenapa.”
Kee-an menggeleng,
”Nggak, itu cuma ketakutan kamu aja. Kita bahkan belum mencobanya. Aku
yakin kamu bisa. Kita udah lama sahabatan, pasti nggak akan jauh beda.”
“Ya beda, sekarang kamu bukan Kee-an
yang dulu lagi, sekarang kamu udah terkenal. Fans kamu di mana-mana.”
“Aku masih Kee-an yang dulu. Aku
masih Kee-an yang sayang sama kamu, yang cinta ama kamu, nggak ada yang
berubah. Percayalah,
kita akan baik-baik saja. Aku sangat mencintaimu, Keav,dan aku mau kamu jadi
pacarku.”
Aku menggeleng, ”Maaf, tapi aku nggak bisa,” aku terus menekan perasaanku.
Kee-an menghela nafas
putus asa.
“Ya, udah. Kalo kamu emang nggak mau, aku
nggak bisa maksa. Kita emang ditakdirkan cuma sebagai sahabat, walau aku pengen
lebih. Aku sayang kamu, Keav.”
Kee-an mencium
keningku lalu beranjak dan berjalan ke arah pintu.
Aku menarik
nafas dalam-dalam memikirkan
ucapan Kee-an, ‘aku juga sayang kamu.’I love him so much. Aku nggak mau berbohong lagi, aku ngga mau
kehilangan dia. Tanpa sadar pipiku sudah basah.
“Kee…” aku memanggilnya.
Langkah Kee-an
terhenti.
“Minta aku sekali lagi,” ucapku
lirih.
Kee-an segera berbalik dan tersenyum
tipis.
“Mau kamu jadi pacarku?”
Aku mengangguk, ”Iya, Kee,
aku mau”
Kee-an langsung
tersenyum lebar.
“Kee-an…,” aku langsung berhambur ke
pelukannya. Kembali ke pundaknya yang besar, pundaknya yang selalu kurindukan.
“Kee, maafin aku,” isakku tak tertahankan
di pundaknya.
“Stss… udah, aku ngerti kok,” Kee-an
memelukku erat.
“Aku cinta kamu, Kee, aku sangat
mencintaimu,” ucapku tak tertahankan.
Kee-an hanya
mengangguk, tahu apa yang aku rasakan
Kee-an melepaskan
pelukannya. Dia memandangku dengan sangat dalam dia menciumku di
bibir. Dia sering menciumku di bibir, tapi tidak seperti ini rasaanya. Ciuman
ini begitu berbeda. Penuh hasrat dan penuh cinta.
Hari ini, 16 Juni 2001, semua telah berubah. Kami bukan lagi teman. Kami
sepasang kekasih, dan aku sangat, sangat bahagia. I love you so much, Kee.
TBC
mau tahu kelanjutannya? ..... ada sepenuhnya di Lovely Rose 1st Rose Trilogy :)
No comments:
Post a Comment