Bulan Juli 2005
Malam ini aku tidur nyaman
sekali, berada di pelukan Kee-an yang hangat. Itu cukup membuatku sedikit meregangkan
otot-ototku yang kaku, dan kepalaku yang penuh dengan huruf-huruf perancis.
Kuharap esok pagi mual dan pusingku hilang, jadi aku bisa kembali mencari bahan
untuk ujian. ‘Ups, kata Kee-an, tidak boleh ada buku sama diktat besok.’
Keesokan harinya keadaanku sudah agak lebih
baik dan sesuai janji Kee-an, dia tidak pergi ke mana-mana, menemaniku, juga
mengawasiku kalau-kalau aku pegang buku lagi.
Dia sangat memperhatikanku. Dia berusaha membuatku nyaman, dan santai
dengan melayaniku.
Aku melihat Kee-an kebingungan setelah menerima telepon dari seseorang.
“Simon.
Dia mau ketemu aku sekarang,” ucap Kee-an ragu padaku. “Tapi aku nggak akan
pergi sebelum kamu baikan.”
“Kamu ngomong apa, sih, Kee? Itu Simon Cowell, produser kamu, kamu harus menemuinya. Aku nggak
apa-apa. Jangan khawatirin aku. Jangan perlakukan aku kayak bayi, Kee.”
“Tapi kamu memang bayiku,”
sahutnya dan menciumku.
“Aku
pengen kamu menemuinya.!” perintahku. “Aaa, nggak ada tapi,” potongku cepat,
melihat Kee-an mau membatah.
Akhirnya Kee-an mengalah, “Ok, aku akan pergi. Tapi aku janji, aku akan
pulang sebelum jam 7.”
“Terserah. Sekarang pergi, Kee.
Dia sudah menunggu kamu.”
“Ok, love you.” Kemudian segera pergi menemui panggilan produsernya.
Setelah Kee-an pergi, rasa mualku
datang lagi. Aku tidak tahan lagi, dan langsung berlari ke kamar mandi dan
memuntahkannya lagi. Aku semakin kesal jadinya. ‘Apa aku akan datang bulan,
sampai harus repot begini?’
‘Hey tanggal berapa sekarang? Kenapa
aku belum datang bulan juga. Ini sudah hampir terlambat sebulan. Tapi aku
pernah seperti ini sebelumnya; pusing, mual, terlambat ‘datang’…
‘Oh no, not again!’
Dengan sedikit panik aku mencari alat pengetes kehamilan di laci toilet
yang sedikit tersembunyi, yang tanpa sepengetahuan Kee-an, aku membelinya
banyak untuk jaga-jaga.
Aku segera mengetes urinku (Ini
bukan yang pertama kalinya).