Rate : K+
Genre : Fantasy, Adventure, Medieval
Summary : Di sebuah
Kerajaan Eoghan , dimana Pangeran Kianleaghly bersama sepupunya
Pangeran Marcusley dan sahabat mereka Bryan, menerima sosok asing
berambut dan bermata hijau di dalam istana mereka.
Wish us luck , and ENJOY!!!!
Hope you all like it :)
Previous Part : Part 1, Part 2, Part 3
Friendship and Alliance - Part 4
by Malika Tazkia Byrne
“Mungkinkah anak itu
punya kemampuan semacam Ventriloquism?”
Kian menoleh kearah kearah
sumber suara. Suara itu berasal dari Nicky.
“Ha?”
“Yeah, seorang ventriloquist
bisa berbicara tanpa menggerakkan bibirnya.” Kata Nicky lagi. “Ada orang yang
mempunyai kemampuan ini. biasanya seperti komedian yang memiliki partner sebuah
boneka dan mengisi suara boneka itu tanpa terlihat berbicara…”
“Nicky, ayolah.” Bryan
menghela nafas.“Aku menghargai usahamu untuk berpikir realistis. Tapi apa kau
lupa apa yang terjadi kemarin? Begitu banyak kekuatan gaib yang dimiliki anak
itu. Sampai sekarang apa kau pernah melihat manusia berambut hijau? Ventilasi
atau apalah namanya itu tetap tidak bisa mengubah anggapan bahwa anak itu
“spesial”…”
“Ventriloquism…” Nicky
mengoreksi.
“Ya terserah…” tanggap Bryan.
“Ya, aku mengakui aku memang
berusaha lari dari kenyataan aneh yang baru-baru ini terjadi padaku. Oh…padahal
sebelum ikut ayahku kesini, hal paling aneh yang pernah kulihat adalah salah
satu kuda yang ditunggangi ayahku ternyata suka makan daging.” Nicky menghela
nafas. “Dan semalam aku melihat makhluk aneh yang punya kekuatan gaib.”
“Bukan makhluk aneh.” Kian
menyela. “Dia dikutuk.”
“Oh iya.” Nicky berkata
datar.
Hening beberapa saat.
“Aku rasa kita memang harus
memenuhi permintaan anak itu.” Mark menatap Kian.
Kian menarik nafas
dalam-dalam. Sebuah permintaan. Sebuah permintaan paling gila yang pernah
diminta seseorang padanya. Pikirannya melayang pada kejadian yang terjadi
kemarin malam, di penjara bawah tanah itu.
*
“Gawat! Ada yang datang!”
Seruan Kian sontak membuat
Bryan, Mark dan Nicky kaget. Samar-samar mereka melihat sinar obor yang semakin
lama semakin terlihat dekat. Bolamata biru Kian menjelajah ke sekitar penjara
bawah tanah. Ia mencari tempat yang memungkinkan untuk dirinya, Bryan, Mark dan
Nicky bersembunyi. Nihil. Disini hanya ada tembok yang tinggi.
“Ayo buat kesepakatan.” Ucap
Shane tiba-tiba.
Kian menoleh kearahnya.
Menatapnya dengan wajah panik.
“Aku jamin kalian tidak akan
ketahuan, tapi berjanjilah kalian akan menolongku memusnahkan kutukan yang ada
pada diriku sekarang.” Shane menatap lurus kearah empat orang didepannya.
“Hanya kalian yang bisa menolongku.”
Dengan cepat Kian
menganggukkan kepalanya. Ia tidak bisa berpikir lama. Cahaya obor semakin
mendekat. Shane menunjukkan senyum yang selama ini tidak pernah ia tunjukkan.
Oke, rambutnya memang hijau, dan ia memang aneh. Tapi tidak ada yang bisa
memungkiri senyum itu bahkan bisa menerangi penjara bawah tanah yang gelap.
Shane menatap Mark, kemudian
menatap penjaga yang sudah bisa terlihat oleh mereka berlima dari kejauhan.
Shane menatap penjaga itu beberapa lama, dan tiba-tiba penjaga itu terjatuh dan
tergeletak tanpa bisa bergerak lagi.
“Hey, apa yang kau lakukan
padanya?!”ujar Nicky.
“Tenang saja. Ia hanya
tertidur. Aku hanya memindahkan rasa kantuk Mark pada penjaga itu.” Kata Shane.
“Aku tidak menyangka dia akan langsung jatuh. Kau pasti mati-matian menahan
kantuk.”
Mark tidak bisa berkata-kata.
Ia sama sekali tidak mengantuk lagi sekarang.
“Bagus, aku minta kau bisa
rutin memindahkan rasa kantuk Mark pada siapapun.” Celetuk Bryan. “Siapapun
akan depresi ketika mencoba membangunkannya.”
“Diam deh.” Mark menghela
nafas dengan kesal.
“Lalu…bagaimana dengan
kesepakatan yang tadi?” Kian angkat bicara. “Kau tahu…kami bukan orang dewasa.
Dan yang paling penting, kami sama sekali tidak mengenal sihir. Aku bersedia
membantumu. Tapi caranya saja aku tidak tahu.”
“Tapi aku tidak bisa
berbicara pada siapapun kecuali kalian berempat. Hanya kalian berempat. Aku
sudah mencoba bicara pada penjaga penjara ini, meminta tolong, berkata bahwa
aku tidak berbahaya. Tapi percuma. Mereka tidak bisa mendengarku.” Kata Shane.
“Perpustakaan?” tiba-tiba Nicky
berkata. “Bukannya tidak mungkin kalau perpustakaan di istana ini menyimpan
buku tentang sihir.”
Beberapa saat kemudian
ia kemudian memasang wajah 'Aku gila sudah mengatakan itu.'
“Mungkin saja. Sihir bukan
hal yang mustahil. Bahkan sebelum bertemu dengan Shane aku sudah percaya dengan
adanya sihir didunia ini.” Bryan langsung menanggapi. “Itu satu-satunya cara
yang bisa kita lakukan sekarang. Well done, Nicky.”
“Entah kenapa aku langsung
terpikir perpustakaan. Mungkin karena anak perempuan yang kusukai suka membaca
dan menulis.” Kata Nicky. “Oh, jangan katakan itu pada pamanku.”
Kian terdiam. Ia sibuk
berbicara dibenaknya. Perpustakaan memang cocok untuk menjadi titik dimana
mereka mulai mencari tahu. Ia hampir tidak pernah pergi ke perpustakaan kalau
tidak berhubungan dengan pelajaran yang ia terima. Karena ia lebih memilih
bermain musik ketimbang membaca.
“Lalu apa kau mau menceritakan apa
yang terjadi padamu?” Tanya Mark.
Shane menggeleng.
“Tidak untuk sekarang. Mungkin lain
kali saat kita bisa bertemu lagi. penjaga itu tidak akan tertidur lama. Dan
penjaga yang lain akan segera datang.” Katanya.
Kian, Mark, Bryan dan Nicky
berpandangan. Mereka memang mungkin akan menyanggupi permintaan si anak
berambut hijau itu. Tapi ada satu pertanyaan yang mungkin tidak akan pernah
bisa terjawab.
Mengapa harus mereka berempat?
*
“Ia belum tentu berkata jujur.”
Kata Kian seraya menggiring kuda putih yang akan ditungganginya.
Nicky yang baru selesai membantu
pamannya memberi makan kuda menatap Kian dengan alis berkerut.
“Lalu kenapa kau menyanggupi
permintaannya?” tanyanya.
“Aku panik. Bisa gawat kalau kita
ketahuan menyusup kesana tadi malam.” Kian menggigit bibir.
Bryan menepuk pundak Kian.
“Aku punya firasat anak itu
jujur.” Cengirnya.
“Aku juga. Aku menyesal lupa
menanyakannya tentang kemahirannya menunggangi kuda.” Kata Nicky. “Aku memang
tidak gila berkuda seperti pamanku. Tapi aku suka semua cabang olahraga.”
“Lebih baik kita bicarakan ini
nanti.” Mark perlahan menaiki kuda berwarna hitam didepannya. “Pamanmu daritadi
melihat kesini dengan pandangan kesal.”
“Hey, kalian…cepat sedikit.
Kita dikejar waktu.” Duke Loise melirik jam besar didepan istana. “Pangeran
Kianleaghly, bukankah setelah ini kau ada kelas musik?”
Kian langsung menaiki kuda putihnya.
Ia sama sekali tidak mau terlambat bermusik. Tapi ia buru-buru menarik tali
kekang ketika melihat Mariellendly berlari kearah mereka. Wajahnya terlihat
tegang. Kian langsung turun lagi dari kudanya.
“Mariellendly, apa yang kau
lakukan disini? kau ada kelas dansa kan?” tanyanya bingung. “Kau bisa dimarahi
kalau ketahuan ada disini.”
“Kakak, aku dengar dari bibi
pengasuh…” Kata Mariellendly. “Dia bilang, penjaga penjara bawah tanah kemarin
diserang penyusup.”
Darah Kian terasa tidak
mengalir.
“Penyusup? Tidak mungkin
sayang.” Ucapnya pucat.
“Kak, kemarin malam kakak
pergi kemana?” Tanya Mariellendly. Wajah Kian makin memucat.
“Apa maksudmu?”
“Aku sempat masuk ke kamar
kakak. Tapi kakak tidak ada. Akhirnya aku kembali ke kamarku.” Mariellendly
menatap Kian dengan wajah polos. “Apa kakak menangkap penyusup?”
Kian menggeleng.
“Tidak ada hubungannya dengan
penyusup. Tidak mungkin ada penyusup Mariellendly.” Ia mengelus kepala adiknya.
“Kembalilah ke kelas dansa.”
“Tapi aku takut!”
Mariellendly bersikeras. “Penjaga itu…”
“Ada apa sih?” Nicky
menghampiri mereka berdua. “Pamanku menunggumu Ki.”
Mariellendly menatap Nicky.
Wajahnya langsung bersemu merah. Ia menatap wajah rupawan Nicky, bolamatanya
yang kebiruan dan rambut blondenya yang tertiup angin.
“Oh, hai…kau pasti putri
Mariellendly. Aku Nicholas Byrne. Tapi semua orang memanggilku Nicky.” Nicky
tersenyum. “Wah, manisnya adikmu, Ki.”
Mariellendly menunduk malu.
Wajahnya merah padam.
Kian menatap adiknya heran.
Lalu kemudian ia merasa mengerti.
“Iya, adikku memang manis.”
Kian tersenyum jenaka. “Makanya lain kali kau harus menemaninya memetik bunga
ditaman.”
Mariellendly langsung
berbinar.
“Tapi…” Kian menatap adiknya.
“Kau tidak boleh membahas soal penyusup lagi. atau bicara tentang kamarku yang
kosong pada siapapun. Janji?”
Mariellendly mengangguk
beberapa kali.
“Kembalilah kedalam.” Kian
mencubit pipi adiknya pelan.
Begitu Mariellendly berlari
masuk istana, Kian tertawa geli sambil menaiki kudanya lagi. Nicky mengerutkan
dahinya bingung.
“Kenapa sih?” tanyanya heran.
“Sepertinya aku memang
membutuhkanmu dalam masalah ini, Nick.” Kian menahan tawanya, lalu menatap
Nicky. “Oh ya, sore nanti kita pergi ke perpustakaan…”
Ia tersenyum.
“Kita berempat.” Tegasnya.
TBC
Next : Part 5
No comments:
Post a Comment