Rate : K+
Genre : Fantasy, Adventure, Medieval
Summary : Di sebuah
Kerajaan Eoghan , dimana Pangeran Kianleaghly bersama sepupunya
Pangeran Marcusley dan sahabat mereka Bryan, menerima sosok asing
berambut dan bermata hijau di dalam istana mereka.
Wish us luck , and ENJOY!!!!
Hope you all like it :)
Previous Part : Part 1, Part 2, Part 3, Part 4
Friendship and Alliance - Part 5
by Shinta WedaRise Hirawling
Kian, Bryan, Mark, dan Nicky
berjalan bersama menaiki satu per satu anak tangga. Perpustakaan, itulah yang
mereka tuju. Sesuai kesepakatan mereka, mereka akan pergi ke perpustakaan sore
ini. Perpustakaan itu terletak di lantai tiga sebuah kastil. Tak jauh dari
istana.
“Kreeekkk!” Bryan membuka pintu masuk
menuju perpustakaan yang cukup besar itu.
“Woow, perpustakaan ini besar sekali!”
Nicky terkagum-kagum. Di lihatnya sekeliling perpustakaan itu. Terdapat rak-rak
besar berjejer di ruangan itu dengan buku-buku yang tersusun rapi. Sore seperti
itu, perpustakaan itu sepi. Orang-orang istana saat sore memang sibuk
menjalankan aktfitas masing-masing. Berbeda ketika waktu pagi atau pun siang.
Dan memang saat sepi seperti itulah yang diinginkan mereka. Karena jika sepi,
mereka akan bisa lebih fokus untuk mencari sesuatu yang mereka ingin dapatkan.
“Aku sendiri tak menyadari perpustakaan ini
sebesar ini.” kata Kian yang kemudian mulai berjalan menuju rak buku yang
berada di sudut paling kiri dan diikuti Bryan, Mark, dan Nicky. Tangannya kini
mulai meraba setiap buku yang ada di sana. Dibacanya tiap judul buku yang
disentuhnya dengan teliti. Ah, berada diperpustakaan seperti ini memang terasa
janggal untuknya. Andaikan tiap buku yang di sentuhnya bisa menghasilkan nada
harmonisasi, mungkin Kian akan mengunjungi perpustakaan itu setiap hari.
“Mengapa kalian hanya mengikuti di
belakangku? Bukankah lebih baik jika kita berpencar?” Kian melirik Mark, Bryan,
dan Nicky yang malah menunjukkan senyuman polos mereka.
Kian, Bryan, Mark, dan Nicky kini
berpencar mencari buku mantra di setiap sudut rak perpustakaan. Sudah hampir
dua jam mereka mencarinya, tetapi nihil. Tak satu pun buku yang mereka temukan
isinya memuat tentang mantra yang mereka cari. Hal itu membuat mereka mulai
putus asa. Lagi pula perpustakaan sebesar itu rasanya tak mungkin bukunya bisa
mereka jelajahi dalam satu hari. Apalagi ada buku yang diletakkan di rak bagian
atas setinggi tiga meter yang tentu saja sulit untuk mereka jangkau mengingat
mereka juga masih anak-anak dan tinggi mereka masih berkisar antara 150an.
“Hoaaahh...!!!” Mark mulai menguap. Ia
mengantuk sekali. Bosan rasanya berada di perpustakaan seperti itu. Ia duduk di
dekat sebuah rak dan menyandarkan punggungnya di rak yang berada di
belakangnya. Matanya yang mulai sayup ingin segera dipejamkan, tiba-tiba tak
sengaja menangkap kerlip sinar hijau yang berada di bagian paling atas rak buku
di depannya. Ia mengucek matanya dan kemudian berdiri untuk melihat lebih jelas
sinar kecil dari benda apa yang tadi dilihatnya. Kerlip sinar hijau itu terus
saja bersinar.
“Kian, Bryan, Nicky kemarilah!” Mark
berteriak memanggil mereka. Segera saja Kian, Bryan, dan Nicky bergegas
menghampiri Mark.
“Kalian lihat itu?” Mark menunjuk kerlip
sinar hijau itu dan dijawab anggukan oleh ketiga temannya.
“Apakah mungin itu adalah kerlip sinar yang
berasal dari benda ajaib?” Tanya Mark yang membuat ketiga temannya saling
berpandang tanda juga penasaran.
“Bisakah kalian lebih menegakkan tubuh
kalian?” ucap Nicky dengan tangan menggapai-gapai ke sebuah buku pemilik kerlip
sinar hijau tadi. Ya, Bryan, Mark, Kian, dan Nicky kini sudah seperti formasi
anak yang akan mengikuti lomba panjat pinang dengan Bryan diposisi paling bawah
diikuti dengan Mark, Kian, dan Nicky di posisi paling atas. Dengan posisi seperti
itu tentu Bryan adalah pihak yang paling dirugikan. Tapi sekali-kali tak apa
lah.
“Yes, i got it!” teriak Nicky tersenyum
senang.
“Haattchimm..!!!” mendadak Nicky bersin.
Hal itu membuat posisi keseimbangan mereka goyah. Dan “BrruuKKk!!!” seperkian
detik Bryan menahan agar mereka tidak jatuh, ternyata jatuh juga. Tentu saja
Bryan juga yang paling merasa kesakitan. Dia tertimpa ketiga temannya
sekaligus.
Sambil masih menahan kesakitan,
dengan antusias mereka ingin segera membuka buku yang di pegang Nicky. Sampul
depan buku itu terdapat sebuah diamond kecil, ya dari situ lah kerlip sinar
tadi berasal. Buku yang cukup besar dan tebal dan tampak usang itu terikat oleh
akar-akar dari pohon akasia. Nicky kemudian mengusap-usap sampul buku berdebu
itu dan meniupnya agar debunya benar-benar hilang. “Mhantroufhucio”
bersama-sama mereka membaca tulisan besar yang terdapat di sampul buku itu.
Judulnya aneh, namun membuat mereka semakin penasaran.
Tangan Nicky kini mulai menjamah
akar-akar akasia yang mengikat buku itu. Ditariknya akar itu kuat-kuat agar
terlepas. Namun, akar itu terlalu kuat. Hingga telapak tangan Nicky memerah
saking kuatnya ia mencengekeram, akar-akar itu tak mau terlepas. Kemudian Kian,
Bryan, dan Mark pun tak mau ketinggalan untuk berusaha melepasnya. Namun sama
seperti Nicky, akar-akar itu tak mau terlepas.
“Hhihihihi...akar-akar itu tak akan mau
terlepas jika kalian membukanya seperti itu.” Tiba-tiba sebuah suara seperti
seorang gadis kecil terdengar. Membuat mereka saling berpandangan. Penasaran
dari aman suara itu berasal. Dan kemudian mereka baru menyadari bahwa suara itu
berasal dari gambar peri kecil yang terdapat di sampul buku itu. Ya, gambar itu
entah bagaimana ternyata bisa berbicara bahkan bisa bergerak. Namun, tak bisa
muncul keluar dari sampul buku.
“Lalu bagaimana kami harus membukanya?”
tanya Bryan.
“Gosok perlahan diamond itu hingga semua
akar-akarnya terlepas.” Pintanya.
Kian pun langsung melakukan hal
yang dipinta gambar peri kecil itu. Benar saja, ketika perlahan-lahan ia
menggosoknya, satu persatu akar-akar akasia itu terlepas. Membuat Kian, Bryan,
Mark, dan Nicky takjub.
Kian pun kini membuka buku itu.
Aneh, itulah kesan pertama yang mereka rasakan. Isi buku itu di tulis dengan
huruf yang sama sekali tak dimengerti oleh mereka. Bahkan baru kali ini mereka
melihat ada huruf seperti itu.
“Peri, buku ini mengapa ditulis dengan
huruf seperti ini? kami sama sekali tak mengerti.” Keluh Mark.
“Prinzigle. Panggil aku Prinzigle!” koreksi
gambar peri kecil yang ternyata bernama Prinzigle itu.
“Okey, Prinzigle. Lalu bagaimana ini?” kali
ini Kian membuka suara.
“Apakah kalian belum mengetahui sama sekali
sejarah buku keramat ini?” dengan serempak mereka berempat menggelengkan
kepala.
“Buku ini ditulis oleh Gryft Amaziqueto di
abad ke-8 dengan huruf leafrouzhe. Berisi mantra-mantra yang akan membuat
kalian bisa melakukan hal apa pun dengan mudah. Namun, tak mudah juga untuk
mempelajarinya. Untuk membacanya saja kalian harus memakan daun berwarna ungu
dari pohon frouzhe tree terlebih dahulu. Kalau tidak, selamanya kalian tidak
akan bisa membacanya. Tapi sekali kalian memakan daun itu, selamanya juga
kalian akan bisa membaca buku ini.” Jelas Prinzigle yang membuat mereka
berempat takjub sekaligus semakin bingung.
“Lalu di mana kita bisa mendapatkan daun
itu? Rasanya aku belum pernah mendengar ada nama pohon seperti itu.” Nicky
kembali angkat bicara disertai anggukan dari ketiga temannya.
“Dangerzard. Kalian bisa mendapatkannya di
sana.”
“Dangerzard? Itu kan hutan terlarang.”
Bryan terkejut. Mata dan mulutnya membulat seketika.
*****
Kian,Mark, Bryan, dan Nicky
keluar dari perpustakaan dengan penuh rasa kebimbangan. Dangerzard, mengapa
harus berhubungan dengan tempat itu untuk mempelajari mantra yang ada di dalam
buku Mhantroufhucio. Menurut mitos, tempat itu benar-benar berbahaya. Hingga
sejak ratusan tahun lalu tak ada yang berani menjamahnya. Sekali mereka masuk,
belum tentu mereka bisa keluar.
“ Huft, bagaimana ini?” keluh Mark “ Ibuku
benar-benar melarangku untuk pergi ke hutan itu. Menurut cerita ibuku, di dalam
hutan itu terdapat makhluk yang sangat mengerikan. Ada makhluk besar berkepala
babi hutan tetapi tubuh dan kakinya berwujud gurita. Apakah itu tidak
menyeramkan? Aku membayangkan saat kita pergi kesana, walau pun kita lari kita
tetap akan tertangkap oleh tangan-tangannya yang banyak dan panjang itu.” Mark
menunjukkan ekspresi ketakutan. Seketika wajahnya berubah seolah habis melihat
hantu. Membuat Kian, Bryan, dan Nicky pun juga ikut ketakutan.
“Tapi kasihan Shane jika kita tidak
membantunya. Dia kini sendirian dan harus menanggung kutukan itu. Hanya kita
harapan satu-satunya.” Kata Bryan menunjukkan rasa ibanya.
“Aku saja yang akan ke sana.” Kata Nicky
kemudian. Mark, Kian, dan Bryan pun menoleh ke arahnya.
“Tapi kau tidak bisa hanya sendiri. Aku
akan bersamamu.” Bryan berdiri dan menepuk pundak Nicky.
“Aku juga akan ikut.” Tambah Kian.
“Tapi kau kan pangeran? Bukankah jadwalmu setiap hari penuh? Kau akan
mendapat pengawasan yang ketat di setiap gerak-gerikmu.” Kian menghela nafas.
Benar juga yang dikatakan Bryan.
“Ya sudah biar aku dan Bryan saja yang pergi.” Ucap Nicky sambil
tersenyum ke arak Kian.
“Tapi...!”
“Sudah lah Kian. Kami akan baik-baik saja. Kau lupa aku adalah anak
paling pintar kalau masalah berpetualangan. Ayahku juga pernah mengajarkanku
perang melawan musuh. Dan aku kan punya pedang pemberian ayahku yang tentu saja
bisa melindungi kami.” Bryan menenangkan Kian.
“Aku juga telah dibekali pedang oleh ayahku
karena aku sering keluar sendirian.” Tambah Nicky yang akhirnya membuat Kian
lebih tenang.
“ Dan kau Mark, aku tahu ketakutanmu lebih besar dari kami. Daripada kau
nanti pingsan di sana dan merepotkan kami, lebih baik kau tak usah ikut.” Kali
ini Bryan tersenyum ke arah Mark.
“Okey, besok pagi kita akan menuju Dangerzard agar kita tidak kemalaman
saat pulang.” Nicky merangkul Bryan yang diiringi anggukan oleh Bryan.
TBC
Next Part : Part 6
No comments:
Post a Comment