Saturday 2 June 2012

ONE CRAZY DAY -(Balada Si Kuda dan Jengkol)

Istirahat dulu bentar dari Fragile Heart ya ...

Cerpen nih, fresh from the oven, baru bikin hari ini, setelah mengobrol gila dengan Levi dan Nita tadi pagi.  

Rate : K - Humor
Pairing : none - Whole Westlife families on My version - Kee-an and Keavy
Summary : you knew it from the tittle hehehehehe
Warning : get your stomach ready :D

Disclaimer :  Rossie is Nita Feehily .... :D

ENJOY and hope you like it ... :) 



Sligo , Rumah Kel. Egan

 

Bulan Juni 2014

 

Hari yang cerah di awal libur musim panas setelah kenaikan kelas. Ciaran Egan sudah membayangkan akan langsung bisa berkuda di rumah Paman Shane, tapi sialnya, Dad ada perlu sebentar menghadiri acara apa gitu, dengan Maa, hingga belum bisa mengantarkannya ke rumah Paman Shane yang berjarak 10 km dari rumah. Sebenarnya Ci bisa saja berkuda sendiri di rumah, tapi nggak seru berkuda sendiri. Lebih enak berkuda di rumah Paman Shane. Kudanya lebih banyak, istalnya keren abis, juga halamannya sangaaattttt luas, dan ada 6 area halang rintangnya. Pokoknya puas deh, kalau berkuda di rumah paman Shane. Nggak seperti di rumah. Dad membatasi hanya boleh punya 15 kuda, halaman kuda tidak diperluas, dan cuma punya 2 arena halang rintang. Tapi sebenarnya itupun sudah cukup disyukuri, Dad mau membelikannya kuda sebanyak itu, mengingat Dad sangat anti dengan yang namanya Kuda, makhluk tersayangnya Ci. Dan sekarang ia harus terkurung di rumah karena menemani Finn adiknya yang berumur 5 tahun. Finn tiduran di karpet, kepala di kaki kakaknya dengan mata tak lepas dari film kartun Donal Bebek kesayangannya.

   “Kak, lihat itu! Lucu!” suara kecil riang Finn memotong lamunannya, dengan menunjukkan ke tokoh Donal yang lucu di tivi.

   “Iya…, lucu,” sahutnya dengan mengusap rambut pirang adiknya.

   “Rossie, jangan lupa Finn harus minum obat dulu sebelum tidur siang, tadi dia kelamaan di air, untuk preventif saja, ya, biar nggak masuk angin….” Perhatian Ci terpotong lagi dengan suara mamanya yang sibuk memberi nasehat ini itu pada Rossie selama mereka pergi. “Ci…, jangan lama-lama nonton tivi, Finn harus bobok siang, tadi pagi dia kelamaan berenang.

    “Iya, maaa,”

Keavy tersenyum.

     “Keavy, kamu sudah siap ?”

     “Sudah!”

     “Daddaa!!!” mendengar suara ayahnya, Finnian langsung bangun dan berlari menuju ayahnya.

Ciaran ikut bangkit dari duduknya.

Kee-an dengan sigap menggendong putra bungsunya

     “Heya, buddy…”

Finnian melingkarkan tangannya di leher ayahnya. “Dadda mau pergi ya…?”

     “Yup, dadda pergi sebentar sama Maa…, Finn di rumah sama kakak ya, jangan nakal…,” dengan mencolek hidung Finnian.

Finnian mengangguk dengan tersenyum menggemaskan.

K ee-an memeluk dan mengecup sekali lagi putra kecilnya, sebelum diturunkannya dari gendongannya.

     “Jaga baik-baik adikmu ya, jangan nakal,” pesan Kee-an pada Ciaran.

Ciaran mengangguk.

Kee-an tersenyum puas dengan mengacak-ngacak rambut coklat putranya.

Keavy mengecup kepala Finnian dilanjutkan dengan mengecup kepala dan pipi Ciaran.

     “Baik-baik di rumah ya …, kalau ada apa-apa, langsung telepon mama, atau kalau nggak telepon Nana Corrine atau Nana Pat ya….,”

     “Iya, maaa,” dengan sedikit menahal kekesalannya, ‘please deh, ma, Cuma pergi beberapa jam juga…’

Keavy tersenyum puas.

    “Okay,” dikecupnya sekali lagi putra sulungnya berumur 10 tahun itu dengan gemas. Lalu beranjak dan mengikuti suaminya yang sudah siap di pintu.

 

Ci menarik nafas begitu kedua orang tunya pergi, dan mengajak adiknya kembali ke karpet, duduk, kembali menonton Donal Bebek yang masih beraksi di layar datar berukuran 49” yang masih dinikmati adiknya.

 

Hanya berselang setengah jam, diliriknya Finn yang sudah terkantuk-kantuk.

    “Nan,kayaknya minumnya sekarang aja, deh, sebelum Finn ketiduran di sini…” Ciaran mengingatkan.

Rossie yang entah sedang sibuk apa di meja pantry langsung menoleh.

    “Okay…,” dan segera mengambil obat.

 

    “Finn, minum obat dulu ya, sayang ….,” Rossie sudah di samping mereka berdua dengan botol sirup dan sendok di tangan.

Finn menoleh dan langsung menutup mulutnya.

    “Nggak mau….pait,”

    “Nggak pait, kok….”

    “Pait, nggak mau….”

    “Finnian ayo sayang…” bujuk Rossie.

    “Nggak mau!” Finnian masih menutup mulutnya dengan menggeleng-nggelengkan kepala.

Melihat adiknya yang keras kepala kalau disuruh minum obat, Ci harus turun tangan. Diambilnya botol dan sendok dari tangan pengasuhnya, dan tanpa ragu ia menuangkannya ke sendok lalu meminumnya.

Finnian terkaget dengan aksi kakaknya.

     “Kakak minum juga?” dengan mata biru kecilnya yang membesar menggemaskan.

     “Yup, karena ternyata ini bukan obat, Finn, ini sirup, sirup rasa anggur untuk anak besar seperti kakak. Kakak minum biar semakin besar. Finn mau cepet besar juga, kan?”

Finnian mengangguk dengan takjub.

    “Berarti Finn juga harus minum…,” dan mengacungkan botol dan sendoknya.

Sesaat Finn berpikir, mencoba mempercayai ucapakan kakaknya. Otak cerdas berumur 5 tahun Finnian, sudah dapat membaca gambar seorang anak yang sakit, yang artinya ini adalah obat. Tapi kalau kakaknya mengatakan ini bukan obat, berarti memang obat, karena seorang kakak tidak pernah pernah bohong, dan seorang kakak selalu benar.

Finnian pun mengangguk, dan bangun dari kaki kakaknya.

Ciaran tersenyum lalu menuangkan obat sirupnya ke sendok dan tanpa hitungan menit sudah mendaratkan sendok berisi sirup masuk ke dalam gua mulut kecil Finn yang langsung terbuka lebar.

    “Pait, nggak?” tanya Ci setelah Finnian menelan cairan berwarna ungu itu.

Finnian menggeleng tersenyum malu, “ENak….”

Ciaran harus tersenyum geli, dan mengembalikan botol dan sendoknya pada Rossi.

    “Anak hebat,” Ci mengusap kepala adiknya dan mengecup kepala kecilnya. “Dah sini, bobokan lagi …,” yang langsung dituruti Finnian, dan kembali terfokus pada Donal Bebek yang masih berputar di layar Tivi.

Rossie tersenyum takjub melihat mudahnya Ciaran membujuk sang adik minum obat. “Kamu hebat, Ci…”

    “Semua itu ada caranya Nan…” dengan tersenyum simpul bangga.

Rossie hanya mengangguk kagum tersenyum, dengan mengelus pipi Ciaran.

 

Tak butuh berapa lama untuk melihat sang obat bereaksi, dan Finnian sudah terlelap tidur di kakinya.

Ciaran menarik nafas,

    “Rossie….,” panggilnya dengan suara dipelankan, dan menunjuk adiknya di kaki.

Rossie tersenyum dan segera mengangkat tubuh kecil itu dari sang kakak untuk dibawa ke kamarnya. 

 

Selepas Finnian dibawa ke kamar tidurnya, kini Ci bingung mau apa … akhirnya diputuskan untuk main di perpustakaan saja, menunggu sampai Finn bangun nanti. Kalau Finn bangun nanti, ia akan ajak main Lego – kesukaannya Finn. Heran adiknya yang masih 5 tahun itu, sudah bisa membuat Istana Buckingham dari mainan legonya… sementara dirinya belum tentu bisa….

 

Buku pertama yang langsung ia buka adalah Buku Ensiklopedia Kuda…. – Ciaran tersenyum sendiri dan langsung menikmati uraian-uraian dan gambar-gambar berbagai macam ras kuda dari seluruh dunia sepanjang masa.

 

                Dua jam berlalu tanpa sadar, dan Ciaran tersadar dengan suara langkah kecil adiknya memasuki ruang perpustakaan ditemani Rossie.

 

   “Kakak lagi apa?”

   “Baca buku, Finn.”

   “Buku apa?” seraya naik ke pangkuan kakaknya dan duduk di sana ikut melihat buku yang sedang dibaca Ciaran.

   “Buku tentang Kuda…,” Ciaran tersenyum.

Dengan kepala bersandar di dada kakaknya, Finn ikut melihat kuda-kuda besar itu.

   “Keren ya kak, kudanya….”

   “Yup, sangat keren Finn…,” Ciaran tersenyum puas melihat adiknya berpikir sama, Kuda adalah makhluk yang keren.

    “Mau naik kuda, kak....” ucap Finn tiba-tiba.

    “Heh?” Ciaran terpaku. Jarang-jarang Finnian minta naik kuda. Naik mobil, dia seneng, tapi naik Kuda?  “Naik kuda Finn ….?”

Finninan mengangguk.

Ciaran menoleh pada Rossie, dan langsung pengasuhnya itu menggeleng panik.

    “Nggak, jangan sekarang, Ci, tunggu sampai Dad-mu pulang…”

    “Tapi kan itu masih lama, Nan…, Finnian pengen naik sekarang…”

    “Iya, tapi aku nggak mungkin mengizinkanmu naik kuda tanpa pengawasan ayahmu, bisa marah besar beliau, dan ibumu …” tak perlu dilanjutkan.

    “Yang mau berkuda di rumah siapa, kita berkuda di rumah Oom Shane…”

     “Heh…, rumah Shane?”

     “Iya, di rumah kan nggak ada ada Dadda, aku juga tahu kalau dada nggak di rumah, aku nggak boleh naik kuda, makanya kita mainnya di rumah Oom Shane.”

     “Tapi kan….”

     “Kenapa ?  Takut…? Nanny takut kuda, ya, kayak Dadda ….?” Ciaran menyeringai nakal.

     “Bukan…, bukan takut kuda, Ci… …. “

Ciaran masih menyeringai nakal …

     “Kalau gitu, kita ke rumah Oom Shane sekarang…,

     “Ciaran….”

     “Kenapa lagi, nanny-ku sayang… ? kan perginya juga sama Nanny…, nggak sendirian ke sananya…”

Rossie berpikir sesaat.

     “Tapi kan lagi nggak ada supir, di rumah, Ci.”

     “Lha, yang bilang mau naik mobil siapa, Nan. Kita ke sananya jalan kaki.”

     “WHAT???” Rossie hampir shock mendengarnya.

Meledaklah tawa Ciaran melihat pengasuhnya shock. Finnian pun ikut tertawa (kalau kakaknya tertawa iapun harus ikut tertawa meski tak tahu artinya)

     “Jalan kaki, Ci?”

     “Yup, sehat Nan…” dengan mata berkeling-keling.

Rossie hampir pingsan melihat kerling mata Ciaran. Bocah 10 tahun sanggup membuat jantungnya kembang kempis, meski ada satu mata yang sanggup menghentikan degup jantungnya dan menghisi hatinya selama 3 tahun ini.

    “Ya, Nan, Nan…, demi Finnian….?” Ciaran menyeringai lebar membujuk pengasuhnya dengan mata besar warisan ibunya. “Oh, Nanny bisa main ke rumah Mark, kalau nanti bosen… hehehehe” masih dengan mata membujuk. Ia tahu satu nama tersebutkan, bisa langsung meluluhkan hati pengasuhnya ini.

Pipi Rossie langsung merah padam…., “Kamu ya ….”

Ciaran langsung tergelak-gelak.

    “Tenang, nggak akan aku kasih tau maa, kok…”

    “Halah, dibilangin juga nggak pa-pa…”

Ciaran masih tergelak.

    “Sebentar, aku telepon Mark, dulu, siapa tahu dia mau jemput kita, minta antar ke rumah Shane.

Ciaran melirik jam tangannya. Masih jam 10 pagi.

    “Yakin dia sudah bangun? Biasanya juga masih tidur, jam segini….”

Komentar Ciaran tidak terlalu didengar Rossie, karena langsung terfokus dengan menunggu suara dering di seberang sana.

 

    “Nggak diangkat….”

Ciaran langsung  tertawa, “Dibilangin juga apa …, belum bangun…hahahahaha!”

    “Ssshhh….,” dicoba sekali lagi dengan menekan  tombol redial.

Ciaran ikut meninggu dengan senyum sungging, memastikan kemenangannya- Pamannya yang satu itu belum tentu sudah bangun dibawah jam 10 pagi.

    “Iya, masih tidur kayaknya,” Rossie menutup telepon dengan putus asa, dan mendapatkan senyuman kemenangan dari Ciaran. Rossie hanya menghela nafas.

    “Kita jalan kaki, kan?” Ci memastikan lagi.

    “Iya, jalan kaki, Ciii ….,” menahan kegemasannya.

    “Cihuy!!!! Kita naik kuda, Finn!!! Aku telepon Oom Shane dulu !”

Rossie menghela nafas, sebelum mengangkat Finnian untuk memandikannya dan mempersiapkan segela keperluan untuk dibawa ke rumah Shane.

 

    “Nann, jangan lupa bawain buku!!!” seru Ciaran.

    “Heh? Mau berkuda apa baca buku, sih, Ci?”

    “Buat Finnian, bukan buat aku …” Ciaran harus memutar bola matanya melihat pengasuhnya hampir lupa kesenangannya Finnian.

    “Owh….OK… “

    “Sudah bilang maa kita ke rumah Shane?”

    “Sudah…”

    “Oke.. kita berangkat sekarang…..”

 

******

 

   “Ciaran, jangan lari, nak, nanti Finn ikutan lari ….!!!” Rossie setengah berteriak, mengejar langkah kaki Ciaran yang secepat rusa. Tangannya menggandeng tangan kecil Finnian. Mereka menyusuri jalan pintas pedesaan, jalur terdekat menuju rumah Shane. Tidak terlalu sepi, tapi lumayan naik-turun jalannya. Untung saja, pemandangn sebelah kiri adalah lautan lepas Teluk Sligo, jadi tidak terlalu membosankan.

   “Ini nggak lari, Nan…, ini jalan!!” balas seru Ciaran.

Rossie geleng-geleng kepala.

Melihat kakaknya sudah jauh, Finnian menggeliat melepaskan tangannya dari genggaman tangan Rossie. Ia ingin ikut jalan di samping kakaknya.

    “Kaaaak!!!” rengek Finnian.

    “Ci… jangan lari!

Dengan terpaksa Ciaran mengehentikan larinya  dan menunggu adiknya berlarik kacil menuju.

Ciaran langsung menggandeng tangan Finnian dan mengajak adiknya jalan lebih cepat.

    “Ayo, Finn, cepetan….,”

    “Ci!!! Jangan diajak lari adiknya !!!” pekik Rossie setengah panic.

    “Ini nggak lari, Nanny…., ini jalan cepet !!!!” balas Ci cuek tetap mengajak adiknya jalan cepat.

Tapi pastinya, Finn tidak akan kuat. Ia langsung minta berhenti, mulai merengek, dan langsung menangis.

     “Bagus, Finn menangis sekarang,” langsung menghampiri kedua kakak beradik itu. Ci sibuk membujuk adiknya berhenti menangis, dengan minta maaf.

Rossie langsung menggendong Finnian dan membujuknya berhenti menangis.

Dan begitu tangis Finn berhenti, Ciaran langsung kembali jalan cepat menuju rumah Pamah Shane meninggalkan adiknya.

    “Kaaaaakkkkk!!!!!”

Rossie mengehela nafas sebelum mempercepat langkahnya menyusul Ciaran

 

Kurang dari setengah jam, mereka sudah sampai di rumah Shane. Ciaran langsung menuju istal di belakang rumah Shane.

 

    “Ooomm….!!!” pekik Ciaran sumringah menemukan pamannya sedang mengganti sepatu besi kudanya. Gilles ikut menemani ayahnya.

    “Hey Ci,” sahut Shane tanpa melepaskan perhatiannya, terlebih menoleh, dari konsentrasinya melepas sepatu besi salah satu kuda terbaiknya.

    “Hey, Gilles…,” Ciaran menyeringai pada sepupunya yang usianya hanya terpaut satu satu tahun lebih muda dari dirinya.

    “Hey ….” Gilles tersenyum lebar.

 

Desahan lega terdengar dari Shane begitu ia selesai memakaikan sepatu itu. Ia mendongak dan melihat Ciaran yang tak pelak lagi berbinar matanya jika dekat dengan kuda.

Shane tersenyum menyambut keponakannya, juga pada Rossie.

    “Hey, Rossie….”

    “Hey, Shane…, maaf merepotkan, membawa Ciaran ke sini,” Rossie tersenyum nggak enak.

    “Nggak apa-apa…,” Shane tersenyum santai, lalu beralih pada Ciaran.

    “Ci sudah bilang dadda, kamu di sini, kan?” tanya Shane, karena ia tahu Kian dan Keavy sedang menghadiri acara amal dari para peselancar, dunia Kian sekarang.

    “Sudah…, nanti menyusul ke sini katanya,”

Shane mengangguk puas, dengan mengacak-acak rambut Ci.

    “Gimana Oom,  Finn boleh naik yang mana ?” penuh semangat.

 Shane menoleh pada Finnian dengan tersenyum, lalu menggendongnya.

    “Finn mau naik kuda? Kita naik kuda yang ….,” mata Shane berkeliling mencari kuda yang tepat dari sekian banyak koleksi kuda yang ia miliki.

    “Gimana kalau yang itu …?” Shane menuju kuda yang tidak terlalu besar yang memang sudah dipersiapkan olehnya untuk Finnian.

Finnian tersenyum girang ….

    “Kalau aku, Oom?” Ciaran tak mau ketinggalan, ia juga pastinya mau naik kuda.

Shane harus tersenyum geli.

    “Ci bisa naik yang itu,” seraya menunjuk seekor kuda yang tidak terlalu besar, yang memang sudah dipersiapkan.

Ciaran tersenyum senang. Ia menengok sepupunya yang sudah menuju kuda kesayangannya yang siap dinaiki di samping kuda yang disiapkan untuk Ci.

Dengan girang, Ciaran menuju kudanya dan dengan cekatan naik ke atas punggungnya.

 

Dalam hitungan menit, empat pria itu (Shane, Gilles, Ciaran, dan Finnian) sudah ada di atas punggung kuda masing-masing.

 

    “Tinggal bentar ya, Ross. Oh, Gill sedang nggak di rumah, tapi kalau mau masuk ke rumah masuk aja…, aku ngasuh mereka dulu sebentar … hehehehe…”

    “Okey…, paling minta minum ya…, haus, tadi diajak jalan sama Ci…”

    “Jalan? Kalian jalan dari rumah?”

Rossie mengangguk.

Shane hanya geleng-geleng kepala. “ya udah ambil saja, bebas…   

    “Ok, trims, titip ya  …” Rossie tersenyum geli.

    “Pasti ….”

Rossie tersenyum dan melihat ketiga kuda berjalan keluar dari istal.

 

Selepas mereka pergi Rossie dan Jullie menuju dapur, dan membuat jus jambu (tumben ada jambu merah banyak di kulkasnya Gill), dan membawa ke teras belakang, menunggu Shane, Gilles dan Ciaran juga Finnian selesai berkuda. HAUS! Gila aja, disuruh jalan sama Ci, 10 Km, medannya naik- turun lagi ….!

 

Rossie memperhatiikan Shane, Gilles dan Ciaran berkuda. Mereka berada di arena haling rintang tak jauh dari teras. Memang tidak bisa dipungkiri mata Ciaran begitu bersinar dengan indahnya jika bersama kuda. Heran, Ciaran bisa begitu cintanya dengan satu hewan ini, padahal kedua orang tuanya sama sekali bukan penggemar kuda, terlebih Kee-an yang sama-sekali takut dengan kuda.

 

Rossie tersenyum sebelum memutuskan masuk ke dalam untuk membuat camilan makan siang untuk mereka.

 

Saat ia sedang asyik membuat sandwich, terdengar suara kaki kecil berlari masuk ke dalam rumah.

   “Nanny, Om Mark mau dateng …,”

   “Heh?” Rossi kaget. “Kata siapa ?”

   “Barusan si oom telepon Om Shane, katanya nyariin aku ke sini …” dan langsung lari keluar rumah.

   “What? Nyariin kamu!?” protes Rossie tidak terima, tapi Ciaran sudah melesat keluar menuju kudanya. Halah tuh anak…

Eh beneran, masak Mark mau ke sini buat nyariin Ciaran??? Hujan badai, kalau beneran Mark nyariin Ciaran; yang ada juga Mark nyariin Kian atau Shane.

 

Tapi beneran, tak berapa lama, tiba-tiba ia mencium aroma yang sangat dia kenal. Aroma aneh yang sangat khas tapi ia suka. Rossie langsung menengok ke arah pintu, dan masuklah itu sosok yang memang sudah diharapkan Rossie kedatangannya, hanya bukan di sini di rumah Shane, tapi di rumah Kee-an buat menjemput dia membawa mereka ke sini. ERGGHHHH

 

    “Hi, sayang ….” Rossie menyapanya dengan memberikan senyum termanisnya.

Tapi bukannya menyahut sapaan hangat kekasihnya, Mark justru melewatinya dengan kalimat.

    “Ci di belakang, ya, sama Shane…?” dan langsung menuju halaman belakang. “Oh, ini, titipan dari mama, kamu bikini semuanya, ya…, bantuin ngabisin katanyam” seraya menyerahkan kantung plastik hitam pada Rossie, lalu bergegas ke luar.

Rossie terkatup melirik isi dalam tas plastik hitam… dan membuatnya terpaku kaget, dan tersenyum simpul

    ‘Jengkol ….? Yang bener aja, masak sebanyak ini? Ini ada 5 kiloan…’

 

    “Say ini mau digimanain? Dimasak semuanya!?” Rossie setengah berteriak, tapi orang yang ditujunya sudah keluar rumah, tanpa mendapat jawaban.

Rossie sempat terdiam, “Aku baik-baik saja, kok, say …., makasih sudah nggak tanya keadaanku….” serunya pahit dan gondok. Mark bener-bener nyariin Ciaran, beneran hujan badai ini mah….

Rossie langsung mengikuti Mark ke halaman luar, mencari tahu apa yang tengah terjadi dengan tiba-tiba Mark mencari Ciaran.

 

Dari jauh Rossie melihat gelagat tidak enak dari tiga pria itu; Shane, Mark dan Ciaran dari kejauhan. Shane, Ciaran, dan Finnian sudah turun dari kudanya. Dan tak lama, mereka bersama-sama menuju ke kembali ke teras.

Rossie langsung berbalik ke dalam rumah, segera menjalankan titah Sang Kekasih memasakkan bahan masakan yang dibawa Mark untukknya dari ibunda tersayang.

    “Gill, pinjam dapurmu, yaaaa….,” seru Rossie sebelum memulai mengacak-ngacak dapur indah milik Gillian Filan, yang tentu saja tidak mendapat jawaban dari si empunya.

 

Di halaman….

 

Mark dan Shane duduk di bangku teras, sementara Ciaran sudah asyik duduk di ayunan memangku Finnian dengan buku di tangan…, Gilles sedang ke istal mengembalikan dan membereskan kuda-kudanya.

 

Mark sempat mengintip ke dalam rumah dan melihat kekasihnya sudah sibuk di dapur. Mark tersenyum bangga.Rossie memang cerdas, tak perlu disuruh harus masak apa, ia sudah tahu harus masak apa. Mark menjilat bibirnya, belum-belum sudah membayangkan lezatnya masakan yang sedang dibuat Rossie.

 

    “Hey…, mana, liriknya…, katanya bawa lagu baru…,” Shane memecah imaginasinya.

    “Eh iya…, ini…” Mark langsung menyerahkan kertasnya pada Shane.

Shane menerimanya. “Lagu tentang apa ini?”   seraya membukanya kertas yang dilipat-lipat ini.

    “Tentang kuda….”

    “Heh, tentang kuda?”

Radar kuda Ciaran yang berada tak jauh dari mereka, langsung menangkapnya, meski ia sedang konsentrasi membacakan buku cerita pada adiknya. “Ada yang bilang kuda??”

Shane harus tersenyum geli…., “Yup, Ci, oom mu ini, bikin lagu tentang kuda.”

Mata Ciaran langsung berbinar, “Mana, oom, lihat,” menurunkan Finnian dan ikut bergabung dengan kedua pamanya.

     “Karena keren, oom…” komentar Ciaran.

Mark tersenyum geli, “Kamu kalau soal kuda, pasti keren, Ci, sama seperti oom-mu yang satu ini,” mengarah pada Shane.

Shane tersenyum kecut.

     “Mau dimasukkan ke dalam album kalian oom…?” Ciaran bersemangat.

     “Rencananya sih gitu…”

Shane tertegun, “dimasukin ke album? Yakin bisa dimasukin ke album …?” dengan tersenyum ragu.

     “Memangnya kenapa?”

     “Lha bapaknya dia, gimana?” Shane mengarah pada Ciaran. “Yakin Kee-an ikhlas ada lagu tentang kuda di album kita? Yang ada juga jawaban 5 huruf, TIDAK….” Shane harus tersenyum geli dengan sahabat plus sepupunya yang satu itu.  “NOT IN A MILLION YEARS, Mark… hehehehe”

Mark terkatup.

    “Keavy bisa bujuk Kian ,nggak?” Mark masih mencari peluang.

    “Keavy? Nggak yakin…. Tapi kalau Ciaran yang bujuk masih ada kemungkinan.”

Keduanya langsung menoleh pada Ciaran.

Ciaran langsung menangkap maksud dua pamannya ini, “Heh…, bujukin dadda…?” terkaget dengan tatapan kedua pamannya. “Nggak janji, oom…, oom tau sendiri dadda kayak apa….”

    “Oh, iya, kami pastinya sudah tahu daddamu seperti apa, Ci…,” Shane tersenyum geli.

Ciaran hanya nyengir, ‘pastilah’

 

ENDUS ENDUS ….

 

     “Mhmm…., baunya sudah kecium nih, harum…,” Mark tersenyum girang, dan masuk ke dalam.

Sementara Ciaran memicingkan hidungnya dengan bau asing yang baru ia rasakan dan baunya …. Ia langsung melongok ke dalam dan melihat Nanny sedang sibuk di dapur. Penasaran ia ikut masuk ke dalam dengan mengandeng Finnn

 

    “Nanny masak apaan sih ?”

    “Semur Jengkol, Ci, kesukaan oom mu ini…”

    “Apa, Jengkol? Masakan apa tuh? Kok baunya begini, Nan…, yakin bisa dimakan?”

Rossie mengangguk.

    “Jengkol adalah masakan terlezat yang ada di dunia…” timpal Mark seraya mengecup pipi kekasihnya dari belakang. “Thankyou honey …”

    “Youre welcome, sweetpie…,”

Ciaran bergidik geli…, selain dengan aksi mereka berdua, dia juga tidak bisa membayangkan masakan sebau ini bisa menjadi masakan terenak sedunia.

    “Sama pizza, enak mana oom?” Ciaran menyebut masakan favoritnye.

    “Enak ini, Ci…”

    “Hah? Yang bener?”

    “Dijamin!”

Ciaran mengernyitkan hidung dan keningnya, meski penasaran dengan wujud bernama Semur Jengkol ini.

 

Tepat saat Ciaran mau mengajak Finnian kembali ke teras belakang, dua sosok amat disayangnya muncul di pintu.

    “YUHU!!!”

    “Daddaaa!!!!” pekik Finnian girang dan langsung menyambut ayahnya.

HOP, Kee-an menangkap Finnian dan menggendongnya.

   “My little man,” seraya mengecupnya.

   “Waduh bau apa ini?” Keavy langsung menyelidik ke dapur.

   “Nansy Rossie masak semur jengkol maa….”

   “Oooo ….”

   “Nggak yakin rasanya enak, ma…,”

Keavy tersenyum simpul, “tunggu sampai Ci coba sendiri. Masakan kesukaan daddamu, nih….”

    “Heh….kata siapa aku suka jengkol?” Mendengar namanya disebut sensitive Kee-an.

    “Suka tapi malu mengakui, Ci… hehheehee”

    “Sudah-sudah, jangan saling berkomentar dulu, tunggu sampai masakannya matang, dan kalian semua akan dapat bagian, karena Mary (ibunda Mark) membawakan 5 kilo jengkol untuk dimasak semua.”

    “Heh, lima kilo?” Kian terkaget.

    “Mau jualan, bu?” gelak Keavy kaget.

Rossie hanya tersenyum kecut. “Tanya sama mamanya Mark, sanah…,” tapi langsung tersenyum geli.

    “Ci mau naik kuda lagi, nggak?” Shane menanyakan seraya melenggang keluar rumah.

    “MAU, OOOMMM !!!!” dan langsung mengikuti pamannya kembali ke luar.

    “KUda! Kaaakkk!! ” pekik Finnian tak mau kalah, dengan tangan menggapai keluar rumah ingin ikut dengan kakaknya.

Kee-an hanya menghela nafas sebelum mengikuti Ciaran keluar, dan menyiapkan dirinya untuk berdekatan dengan hewan satu itu yang bernama kuda.

 

 

Keavy langsung membantu Rossie dengan proyek semur jengkol yang banyak ini.

 

    “Mhmm, harum apa ini…?” Gillian tiba-tiba muncul di pintu bersama Tara, gadis ciliknya yang berumur 8 tahun. “Eits, ada yang mengacak-ngacak dapurku, ternyata….” dengan tersenyum simpul.

Rossie menyeringai, “Maaf aku ngacak-ngacak dapurmu, Gill, Mark minta dimasakin semur jengkol.”

    “Hey, princess,” Keavy menggendong Tara dan mengecupnya gemas.

    “Heh, semur jengkol? Sebanyak ini pula?  Yakin nih ???”

    “Iya.”

    “Habis nggak nih ?” Gill takjub dengan jumlah semur jengkolnya.

    “Kalau bigitu panggil Gina aja, ajak Nicky ke sini,” usul Keavy.

    “Boleh juga….,” usul yang disetujui Gill. “Aku telepon Gina sekarang.”

 

   “Gina mau ke sini. Sudah lama Nicky nggak makan Jengkol, kangen rasanya,” lapor Gill seraya menutup teleponnya.

Rossie dan keavy tergelak mendengarnya.

 

 

Di halaman belakang

 

     “Nggak, Not In A million Years, Mark. Nggak akan pernah aku izinkan lagu tentang kuda masuk ke dalam album kita. Yang bener aja, Mark.”

    “Tapi Ki …,” Mark siap meratap, membujuk, mengiba.

    “No,Mark. Dan jangan harap kamu bisa memakai Ciaran untuk membujukku,” memberikan ultimatum terakhir.

Mark-pun terkatup kecewa.

    “Cari lagu lainlah, Mark, kenapa harus tentang kuda, sih…..”

    “Kuda keren…,” celetuk Finnian pendek menggemaskan, mengagetkan keduanya. Kee-an hanya bisa menghela nafas pasrah dengan geleng-geleng kepala. Finnian sudah tekena racun kuda. Thankyou Shane!

   

    “YUHUUUU!!!! Sudah siap semur jengkolnya nih !!!” seruan riang Keavy dari dalam rumah menggema hingga keluar.

 

Mark dengan semangat menyambungkannya ke area halang rintang tempat Shane dan Ciaran masih asyik berkuda, sebelum masuk ke dalam, sementara Kee-an menunggu Ciaran turun dari kudanya.

 

Di Ruang makan sudah tersaji dan tertata rapi, sajian SEMUR JENGKOL ALA ROSSIE. Mark menjilat bibirnya sendiri, sudah tak sabar ingin segera melahap masakan terlezat sedunia.

 

Di teras, setelah memastikan putranya sudah turun dari kuda dan berjalan bersama dengan Shane dan Gilles, Kee-an pun menyusul masuk ke dalam.

 

Finnian diserahkan pada Keavy, karena Keavy sudah menyiapkan makanan khusus untuk Finnian, karena tidak mungkin Keavy dan dirinya mengizinkan Finnian yang masih berumur 5 tahun sudah makan jengkol. Hohohoho, tidak mungkin, jangan sekarang.

 

Mereka sudah siap di kursi makan dengan Mark yang mengusap-usapkan tangannya dengan tak sabar saat Shane, Gilles, dan Ciaran  masuk ke dalam rumah. Bau kandang kuda menyeruak di ruang makan.

 

   “Shane, Gilles mandi dulu sana…,” Gill langsung bersuara dengan wujud dua laki-laki terindah dalam hidupnya yang sama-sama tergila-gila pada kuda- damn like father like son, tak ada beda dengan yang ada di istal.

    “Oke maa…” keduanya menjawab bersamaan.

    “Kamu juga Ci…, mandi sama Om Shane,” perintah Kee-an.

    “Heh? Mandi sama Shane…,” Keavy terkaget.

    “What, mandi sama Oom Shane, Dad?” Ciaran lebih terkaget lagi.

    “Mandi sendiri-sendiri Ci…!! Ini juga bapaknya aneh-aneh aja,” protes Keavy.

Tiba-tiba Ciaran menoleh pada Rossie.

    “Nanny masih mau mandiin, aku, nggak?” dengan senyum nakal.

    “Kamu sekarang mandinya sendiri aja, ya, Ci, udah gede,” Rossie tersenyum bijak.

    “Oke, aku juga lupa, Nanny sekarang lebih suka mandiin Om Mark.”

 

DZIG!

 

    “MANDI SEKARANG, CIARAN!!!”

    “IYA, MAAAA!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! Tante Gill pinjem kamar mandinya!!! ” langsung ngabrit ke kamar mandi.

 

****

   

Mark sudah meneteskan air liurnya saat Rossie menuangkan Smash Potato dan menyiramkannya dengan Semur Jengkol yang masih mengepul hangat.

Mark menelan ludah sebelum menyendokkan smash potato dengan toping sepotong jengkol dan memasukkannya ke dalam mulutnya ….

 

    “HHMMMMMMMM….. YUMMY !!!!!! tak terkira rasanya ………” Mark menutup mata, begitu menghayati kelezatan semur jengkol istimewa ini.

 

Kontan Kee-an, Keavy, Gill dan Rossie tergelak melihat mimik muka Mark … Kee-an melemparkan wajah Mark dengan serbet, hingga Mark terkaget dan membuka mata.

 

Mark mendapati kedelapan pasang mata, plus sepasang mata kecil Little Finnian memandangnya takjub.

    “Eh,ayo lho… dimakan, enak…jangan malu-malu,” dengan polosnya menyilahkan sahabat-sahabatnya.

Tawa keempatnya semakin kencang tak tertahankan, tapi tak ada yang mengalahkan tawa Kee-an. Sampai menangis!!

 

     “Hiiih…., dadda ketawanya kenceng amat ….,” Ciaran tiba-tiba muncul dengan tubuh sudah bersih dan wangi sabun mandi.

     “Eh, kok cepet amat mandinya, sudah bersih belum?” Keavy tak percaya.

     “Sudah, maa…,” Ciaran memutar bola matanya. “Mana, maa, aku mau nyoba…,” Ciaran penasaran ingin coba, terlebih setelah mendengar ayahnya tetawa hebat dan sekarang sudah menuangkan semua jengkol di piringnya dan menyuapkan ke mulutnya.

Keavy langsung menuangkan smash potato serta semur jengkolnya ke piring lalu memberikannya pada Ciaran.

    “Sedikit aja dulu, nyoba kan, jaga-jaga kalau kamu nggak suka.”

Ciaran hanya mengangguk. Dan memandangi wujud serta aroma yang aneh ini di piringnya. Diperhatikannya ayah dan pamanya sama-sama terlihat begitu menikmati sajian ini. Sepertinya memang harus dicoba.

Dengan menutup mata, Ciaran perlahan-lahan memasukan porsi kecil smash potato dengan jengkol di atas sendoknya ke dalam mulutnya. Ia menutup mulutnya masih dengan menutup mata dan perlahan-lahan melumatnya di dalam mulutnya.

Matanya langsung terbelalak lebar, begitu masakan itu menyentuh seluruh titik indar perasa di lidahnya.

 

     “ENAK MA!!!!!” pekik Ciaran tanpa rasa malu.

 

UHUK, Kee-an hampir tersedak melihat reaksi anaknya dan dilanjutkan dengan gelak tawa ronde keduanya.

 

     “You are damn right, Ci!” tentunya sangat disetujui Mark.

 

Dan tanpa dikomando, baik, Ciaran, ayahnya, dan pamannya langsung menyerbu semur jengkolnya, meninggalkan Keavy, Gill dan sang chef Rossie terbengong dengan geleng-geleng kepala.

 

    “WOY! Jangan dihabisin, tuan rumahnya belum kebagian!!” Shane tiba-tiba menyeruak masuk bersama Gilles, dan langsung mengambil piring

    “Salah sendiri mandinya lama,” sahut Mark cuek.

Shane hanya geleng-geleng kepala, dan langsung bergabung menyerbu semur jengkol.

 

   “Permisi, mau ikutan pesta jengkol,” suara lembut malu-malu seorang wanita terdengar di pintu depan.

Kesemuanya menengok kearah pintu.

 

    “Gina!”

    “Nico!”

    “Gerry, Nicole!”

Mereka menyambut keluarga Byrne dengan suka cita.

    “Mari… mari…mari…., kita pesta jengkol bersama,” seru sang Tuan Rumah penuh bersahabat.

 

 

********

 

    “Aaaaaah, enaknya, kenyaaangggg….!!! terima kasih Nanny,” ucap Ciaran puas, dengan mengecup pipi pengasung tersayangnya.

    “Sama-sama, sayang,” Rossie mengecup balik pipi bayi asuhannya.

 

    “HEIGH….BURB…. AAAAAAHHHHHHHH”

*sendawakencengbanget

 

Kontan mereka semua tertawa

 

Menyeruakkan aroma tak sedap ke seluruh ruangan, membuat mereka menutup hidungnya.

 

    “Mark, yang sopan, ah,” Rossie sudah merah.

    “Erghm, maaf….,” dengan tersenyum malu.

 

Mereka hanya geleng-geleng kepala.

 

    “Oomm ikut ke pipis ya ….,” seraya lari ke kamar kecil.

    “Eh, Ci, jangan di kamar mandi utama !” sergah Shane, karena ia tahu efek yang akan terasa di kamar mandi utama, kamar mandi terbagus kedua setelah kamar mandi di kamar tidurnya. “Di kamar mandi belakang sana, samping garasi, yang jarang dipakai.”

Terlambat. BLAM   

    “Telat, anaknya sudah masuk kamar mandi utama tuh,” sahut bapaknya cuek.

Shane hanya bisa mengehela nafas pasrah.

 

***

 

    “Eh, sudah disiram bener belum, Ci?” sambut Shane langsung begitu melihat Ciaran keluar kamar mandi.

    “Sudah oooommmmmm,” seraya setengah berlari keluar rumah, dengan satu tempat yang ditujunya.

    “Ah nggak percaya ….,” Shane beranjak ke kamar mandi dan mengeceknya sendiri.

 

    “CI!!!!!!!! MASIIIIHHHHH BAUUUUUUU!!!!!!”

 

Kee-an hanya menepok jidatnya.

 

    “Awas kalian semua kalau buang air kecil, di kamar mandi belakang, ya ….” Tukas Shane setengah mengancam.

 

Kesemuanya geleng-geleng kepala. Bukan Tuan Rumah yang ramah ….

 

***

 

Selepas Pesta Jengkol berakhir, keempat keluarga itu berkumpul di ruang tengah kediaman Kel. Filan, menikmati wine, (susu untuk Gilles, Ciaran, Gerry dan Nicole), ditemani dentingan piano Kee-an, dengan Finnian duduk di atas piano menemani ayahnya bermain.

 

Mark duduk di sofa bersama Rossie. Gina bersama Nico, Gill dan Keavy menemani anak-anak bermain di karpet, sementara Shane duduk santai Kesemuanya mendengarkan permainan Kee-an.

 

Semuanya hening, begitu menikmati, hingga tiba-tiba suara Mark memecah keheningan, begitu permaianan piano Kee-an berakhir…

 

    “Okay guys, listen up….sebelumnya, aku mau mengucapkan terima kasih karena kalian mau ikut menikmati pesta jengkol-ku yang Sungguh-Demi Tuhan-Sumprit- tidak kurencanakan, hanya membawa titipan mama, untuk menghabiskan jengkol 5 kilo itu. I really really appreciate it. Dan tentunya terima kasih untuk kekasih tercintaku, Rossie yang bersedia dan MAMPU! Memasak jengkol sebanyak itu dan seenak itu untuk kita. Thankyou very much Dear….,” seraya mengecup bibir Rossie.

 

Gill langsung menutup mata Tara dengan tangannya untuk menghindari pemandangan orang dewasa.

 

    “Okay….,” Mark melepaskan diri dengan tersenyum malu. “Selain itu, mumpung semunya sedang berkumpul di sini…, dan aku mau kalian kalian jadi saksikanya. Saksi kita berdua.”

Kesemuanya terpaku tegang. WEIT ada apa ini, Mark merencanakan apa?

 

Mark tersenyum dengan sumringah dan lebar mengarah ke Rossie, membuat kekasihnya ikut gugup.

Dikeluarkannya dari saku bajunya.

 

HEH, SEBIJI JENGKOL?

 

Hampir saja mereka semua meledak tawanya, jika Mark tidak langsung melanjutkannya dengan mempersembahkan biji jengkol tersebut yang ternyata di tengahnya tersemat sebuah cincin manis, pada Rossie…

 

Jantung Rossie langsung berhenti, terkatup paku…

 

    “Rossie…, I know I’m not the best man in the world. I know I’m not the easisest person in the world, but I can give you love . I love you so much, and thankyou for everything we have in these past 3 years, you made me as happiest man in the world. So…. So… Rossie McCullen, would you marry me…?”

 

Rossie berhenti bernafas, jantungnya berhenti berdetak, hanya kedua matanya yang berkedip-kedip tak percaya bergantian memandangi jengkol dan mata Mark yang berbinar gugup menunggu jawaban, Mark benar-benar melamarnya, melamarnya dengan sebutir jengkol !!!

 

     “Jangan kamu lihat jengkolnya, tapi lihat aku, lihat aku: laki-laki yang mencintaimu dan kamu cintai, yang akan menghabiskan waktu bersamamu hingga maut memisahkan kita.”

 

Rossie masih berkedip-kedip tak percaya. Ia mulai bernafas, menata emosinya.

 

    “Rossie….”

 

Kesemuanya tersenyum menahan luapan bahagia menunggu detik-detik bersejarah ini.

 

    “Nanny Ross….?” Ciaran tak sabar mendengar jawaban pengasuhnya ini.

 

    “I DO MAAAAARKKKKK!!!! I DO MARRY YOU !!!!!!” pekik Rossie dengan merebut jengkolnya dari tangan Mark dan langsung mengecup Mark erat.

 

SORAK SORAY KEBAHAGIAAN MENGGEMA DI RUANG KELUARGA, dan berebutan mereka memeluk calon suami istri yang berbahagia ini.

 

    “YEAAAAAAYYYYYYYY- CONGRATULATION MARK- ROSSIEEE !!!!!!!!”

 

THANKYOU JENGKOL YOU REALLY MADE ONE HELL CRAZZY DAY IN THIS FAMILLY!!!!!!!

 

*eurgh…, sound weird huh???? Heheheheheh

 

 

THE END!!!!

 

 

Thanks to Nita and Levi for the craziest chat today !!! You really are sick Hahahahaaahhahaha, LOVE YOU!!!!

 

 

See the Sequel : At Uncle Mark's House 




4 comments:

  1. wahahahahahahaahaha jengkol yang patut diciba XDXDXD

    ReplyDelete
  2. Heyyyyyyy...!!!!
    Why My Man jadi doyan makan jengkolll ???? :O
    Emang di UK lagi musim jengkol bs belanja jengkol 5 kg ???
    LOL..
    Tapi lucu kok..
    Ngakak baca'a..!!
    Bener" kreatif!!
    BTW, tuh kan bs buat Kian'a takut kuda dan lain" sebagainya. Tapi kenapa pas w blg Kian Keras di Luar Lembek didalam. aku diprotes ??!

    ReplyDelete
  3. iya, iya, maaaaaafff :D -

    ReplyDelete
  4. perfect, khayalan kemarin pagi bisa kaya gini. otak makin panas nih.. :D upz sorry untuk urusan jengkol, itu cuma buat seneng2 aja. ga usah protes deeeh.. lagian yang punya ide orang indo, ya wajar toh klo ada jengkol masuk ke cerita, n one thing, Jengkol itu enak! gak percaya? coba aja!! :p

    ReplyDelete