Istirahat dulu bentar dari Fragile Heart ya ...
Cerpen nih, fresh from the oven, baru bikin hari ini, setelah mengobrol gila dengan Levi dan Nita tadi pagi.
Rate : K - Humor
Pairing : none - Whole Westlife families on My version - Kee-an and Keavy
Summary : you knew it from the tittle hehehehehe
Warning : get your stomach ready :D
Disclaimer : Rossie is Nita Feehily .... :D
ENJOY and hope you like it ... :)
Sligo , Rumah Kel. Egan
Bulan Juni 2014
Hari yang cerah di awal libur
musim panas setelah kenaikan kelas. Ciaran Egan sudah membayangkan akan
langsung bisa berkuda di rumah Paman Shane, tapi sialnya, Dad ada perlu sebentar
menghadiri acara apa gitu, dengan Maa, hingga belum bisa mengantarkannya ke
rumah Paman Shane yang berjarak 10 km dari rumah. Sebenarnya Ci bisa saja
berkuda sendiri di rumah, tapi nggak seru berkuda sendiri. Lebih enak berkuda
di rumah Paman Shane. Kudanya lebih banyak, istalnya keren abis, juga
halamannya sangaaattttt luas, dan ada 6 area halang rintangnya. Pokoknya puas
deh, kalau berkuda di rumah paman Shane. Nggak seperti di rumah. Dad membatasi
hanya boleh punya 15 kuda, halaman kuda tidak diperluas, dan cuma punya 2 arena
halang rintang. Tapi sebenarnya itupun sudah cukup disyukuri, Dad mau
membelikannya kuda sebanyak itu, mengingat Dad sangat anti dengan yang namanya
Kuda, makhluk tersayangnya Ci. Dan sekarang ia harus terkurung di rumah karena
menemani Finn adiknya yang berumur 5 tahun. Finn tiduran di karpet, kepala di
kaki kakaknya dengan mata tak lepas dari film kartun Donal Bebek kesayangannya.
“Kak,
lihat itu! Lucu!” suara kecil riang Finn memotong lamunannya, dengan
menunjukkan ke tokoh Donal yang lucu di tivi.
“Iya…,
lucu,” sahutnya dengan mengusap rambut pirang adiknya.
“Rossie,
jangan lupa Finn harus minum obat dulu sebelum tidur siang, tadi dia kelamaan
di air, untuk preventif saja, ya, biar nggak masuk angin….” Perhatian Ci
terpotong lagi dengan suara mamanya yang sibuk memberi nasehat ini itu pada
Rossie selama mereka pergi. “Ci…, jangan lama-lama nonton tivi, Finn harus
bobok siang, tadi pagi dia kelamaan berenang.
“Iya,
maaa,”
Keavy tersenyum.
“Keavy, kamu
sudah siap ?”
“Sudah!”
“Daddaa!!!” mendengar suara ayahnya, Finnian langsung bangun dan berlari
menuju ayahnya.
Ciaran ikut bangkit dari duduknya.
Kee-an dengan sigap menggendong putra bungsunya
“Heya,
buddy…”
Finnian melingkarkan tangannya di leher ayahnya.
“Dadda mau pergi ya…?”
“Yup,
dadda pergi sebentar sama Maa…, Finn di rumah sama kakak ya, jangan nakal…,”
dengan mencolek hidung Finnian.
Finnian mengangguk dengan tersenyum menggemaskan.
K ee-an memeluk dan mengecup sekali lagi putra
kecilnya, sebelum diturunkannya dari gendongannya.
“Jaga
baik-baik adikmu ya, jangan nakal,” pesan Kee-an pada Ciaran.
Ciaran mengangguk.
Kee-an tersenyum puas dengan mengacak-ngacak rambut
coklat putranya.
Keavy mengecup kepala Finnian dilanjutkan dengan
mengecup kepala dan pipi Ciaran.
“Baik-baik di rumah ya …, kalau ada apa-apa, langsung telepon mama, atau
kalau nggak telepon Nana Corrine atau Nana Pat ya….,”
“Iya,
maaa,” dengan sedikit menahal kekesalannya, ‘please deh, ma, Cuma pergi beberapa jam juga…’
Keavy tersenyum puas.
“Okay,”
dikecupnya sekali lagi putra sulungnya berumur 10 tahun itu dengan gemas. Lalu
beranjak dan mengikuti suaminya yang sudah siap di pintu.
Ci menarik nafas begitu kedua orang tunya pergi,
dan mengajak adiknya kembali ke karpet, duduk, kembali menonton Donal Bebek
yang masih beraksi di layar datar berukuran 49” yang masih dinikmati adiknya.
Hanya berselang setengah jam, diliriknya Finn yang
sudah terkantuk-kantuk.
“Nan,kayaknya
minumnya sekarang aja, deh, sebelum Finn ketiduran di sini…” Ciaran
mengingatkan.
Rossie yang entah sedang sibuk apa di meja pantry
langsung menoleh.
“Okay…,”
dan segera mengambil obat.
“Finn,
minum obat dulu ya, sayang ….,” Rossie sudah di samping mereka berdua dengan
botol sirup dan sendok di tangan.
Finn menoleh dan langsung menutup mulutnya.
“Nggak
mau….pait,”
“Nggak
pait, kok….”
“Pait,
nggak mau….”
“Finnian
ayo sayang…” bujuk Rossie.
“Nggak
mau!” Finnian masih menutup mulutnya dengan menggeleng-nggelengkan kepala.
Melihat adiknya yang keras kepala kalau disuruh
minum obat, Ci harus turun tangan. Diambilnya botol dan sendok dari tangan
pengasuhnya, dan tanpa ragu ia menuangkannya ke sendok lalu meminumnya.
Finnian terkaget dengan aksi kakaknya.
“Kakak minum juga?” dengan mata biru
kecilnya yang membesar menggemaskan.
“Yup,
karena ternyata ini bukan obat, Finn, ini sirup, sirup rasa anggur untuk anak
besar seperti kakak. Kakak minum biar semakin besar. Finn mau cepet besar juga,
kan?”
Finnian mengangguk dengan takjub.
“Berarti
Finn juga harus minum…,” dan mengacungkan botol dan sendoknya.
Sesaat Finn berpikir, mencoba mempercayai ucapakan
kakaknya. Otak cerdas berumur 5 tahun Finnian, sudah dapat membaca gambar
seorang anak yang sakit, yang artinya ini adalah obat. Tapi kalau kakaknya
mengatakan ini bukan obat, berarti memang obat, karena seorang kakak tidak
pernah pernah bohong, dan seorang kakak selalu benar.
Finnian pun mengangguk, dan bangun dari kaki
kakaknya.
Ciaran tersenyum lalu menuangkan obat sirupnya ke
sendok dan tanpa hitungan menit sudah mendaratkan sendok berisi sirup masuk ke
dalam gua mulut kecil Finn yang langsung terbuka lebar.
“Pait,
nggak?” tanya Ci setelah Finnian menelan cairan berwarna ungu itu.
Finnian menggeleng tersenyum malu, “ENak….”
Ciaran harus tersenyum geli, dan mengembalikan
botol dan sendoknya pada Rossi.
“Anak
hebat,” Ci mengusap kepala adiknya dan mengecup kepala kecilnya. “Dah sini,
bobokan lagi …,” yang langsung dituruti Finnian, dan kembali terfokus pada
Donal Bebek yang masih berputar di layar Tivi.
Rossie tersenyum takjub melihat mudahnya Ciaran
membujuk sang adik minum obat. “Kamu hebat, Ci…”
“Semua
itu ada caranya Nan…” dengan tersenyum simpul bangga.
Rossie hanya mengangguk kagum tersenyum, dengan
mengelus pipi Ciaran.
Tak butuh berapa lama untuk melihat sang obat
bereaksi, dan Finnian sudah terlelap tidur di kakinya.
Ciaran menarik nafas,
“Rossie….,” panggilnya dengan suara dipelankan, dan menunjuk adiknya di
kaki.
Rossie tersenyum dan segera mengangkat tubuh kecil
itu dari sang kakak untuk dibawa ke kamarnya.
Selepas Finnian dibawa ke kamar
tidurnya, kini Ci bingung mau apa … akhirnya diputuskan untuk main di perpustakaan
saja, menunggu sampai Finn bangun nanti. Kalau Finn bangun nanti, ia akan ajak
main Lego – kesukaannya Finn. Heran adiknya yang masih 5 tahun itu, sudah bisa
membuat Istana Buckingham dari mainan legonya… sementara dirinya belum tentu
bisa….
Buku pertama yang langsung ia buka
adalah Buku Ensiklopedia Kuda…. – Ciaran tersenyum sendiri dan langsung
menikmati uraian-uraian dan gambar-gambar berbagai macam ras kuda dari seluruh
dunia sepanjang masa.
Dua
jam berlalu tanpa sadar, dan Ciaran tersadar dengan suara langkah kecil adiknya
memasuki ruang perpustakaan ditemani Rossie.
“Kakak
lagi apa?”
“Baca
buku, Finn.”
“Buku
apa?” seraya naik ke pangkuan kakaknya dan duduk di sana ikut melihat buku yang
sedang dibaca Ciaran.
“Buku
tentang Kuda…,” Ciaran tersenyum.
Dengan kepala bersandar di dada kakaknya, Finn ikut
melihat kuda-kuda besar itu.
“Keren ya
kak, kudanya….”
“Yup,
sangat keren Finn…,” Ciaran tersenyum puas melihat adiknya berpikir sama, Kuda
adalah makhluk yang keren.
“Mau naik
kuda, kak....” ucap Finn tiba-tiba.
“Heh?”
Ciaran terpaku. Jarang-jarang Finnian minta naik kuda. Naik mobil, dia seneng,
tapi naik Kuda? “Naik kuda Finn ….?”
Finninan mengangguk.
Ciaran menoleh pada Rossie, dan langsung
pengasuhnya itu menggeleng panik.
“Nggak, jangan
sekarang, Ci, tunggu sampai Dad-mu pulang…”
“Tapi kan
itu masih lama, Nan…, Finnian pengen naik sekarang…”
“Iya,
tapi aku nggak mungkin mengizinkanmu naik kuda tanpa pengawasan ayahmu, bisa
marah besar beliau, dan ibumu …” tak perlu dilanjutkan.
“Yang mau
berkuda di rumah siapa, kita berkuda di rumah Oom Shane…”
“Heh…,
rumah Shane?”
“Iya, di
rumah kan nggak ada ada Dadda, aku juga tahu kalau dada nggak di rumah, aku
nggak boleh naik kuda, makanya kita mainnya di rumah Oom Shane.”
“Tapi
kan….”
“Kenapa
? Takut…? Nanny takut kuda, ya, kayak
Dadda ….?” Ciaran menyeringai nakal.
“Bukan…,
bukan takut kuda, Ci… …. “
Ciaran masih menyeringai nakal …
“Kalau
gitu, kita ke rumah Oom Shane sekarang…,
“Ciaran….”
“Kenapa
lagi, nanny-ku sayang… ? kan perginya juga sama Nanny…, nggak sendirian ke
sananya…”
Rossie berpikir sesaat.
“Tapi
kan lagi nggak ada supir, di rumah, Ci.”
“Lha,
yang bilang mau naik mobil siapa, Nan. Kita ke sananya jalan kaki.”
“WHAT???” Rossie hampir shock mendengarnya.
Meledaklah tawa Ciaran melihat pengasuhnya shock.
Finnian pun ikut tertawa (kalau kakaknya tertawa iapun harus ikut tertawa meski
tak tahu artinya)
“Jalan
kaki, Ci?”
“Yup,
sehat Nan…” dengan mata berkeling-keling.
Rossie hampir pingsan melihat kerling mata Ciaran.
Bocah 10 tahun sanggup membuat jantungnya kembang kempis, meski ada satu mata
yang sanggup menghentikan degup jantungnya dan menghisi hatinya selama 3 tahun
ini.
“Ya, Nan,
Nan…, demi Finnian….?” Ciaran menyeringai lebar membujuk pengasuhnya dengan
mata besar warisan ibunya. “Oh, Nanny bisa main ke rumah Mark, kalau nanti
bosen… hehehehe” masih dengan mata membujuk. Ia tahu satu nama tersebutkan,
bisa langsung meluluhkan hati pengasuhnya ini.
Pipi Rossie langsung merah padam…., “Kamu ya ….”
Ciaran langsung tergelak-gelak.
“Tenang,
nggak akan aku kasih tau maa, kok…”
“Halah,
dibilangin juga nggak pa-pa…”
Ciaran masih tergelak.
“Sebentar, aku telepon Mark, dulu, siapa tahu dia mau jemput kita, minta
antar ke rumah Shane.
Ciaran melirik jam tangannya. Masih jam 10 pagi.
“Yakin
dia sudah bangun? Biasanya juga masih tidur, jam segini….”
Komentar Ciaran tidak terlalu didengar Rossie,
karena langsung terfokus dengan menunggu suara dering di seberang sana.
“Nggak
diangkat….”
Ciaran langsung tertawa, “Dibilangin juga apa …, belum bangun…hahahahaha!”
“Ssshhh….,” dicoba sekali lagi dengan menekan tombol redial.
Ciaran ikut meninggu dengan senyum sungging,
memastikan kemenangannya- Pamannya yang satu itu belum tentu sudah bangun
dibawah jam 10 pagi.
“Iya,
masih tidur kayaknya,” Rossie menutup telepon dengan putus asa, dan mendapatkan
senyuman kemenangan dari Ciaran. Rossie hanya menghela nafas.
“Kita
jalan kaki, kan?” Ci memastikan lagi.
“Iya,
jalan kaki, Ciii ….,” menahan kegemasannya.
“Cihuy!!!! Kita naik kuda, Finn!!! Aku telepon Oom Shane dulu !”
Rossie menghela nafas, sebelum mengangkat Finnian untuk
memandikannya dan mempersiapkan segela keperluan untuk dibawa ke rumah Shane.
“Nann,
jangan lupa bawain buku!!!” seru Ciaran.
“Heh? Mau
berkuda apa baca buku, sih, Ci?”
“Buat
Finnian, bukan buat aku …” Ciaran harus memutar bola matanya melihat
pengasuhnya hampir lupa kesenangannya Finnian.
“Owh….OK…
“
“Sudah
bilang maa kita ke rumah Shane?”
“Sudah…”
“Oke..
kita berangkat sekarang…..”
******
“Ciaran,
jangan lari, nak, nanti Finn ikutan lari ….!!!” Rossie setengah berteriak,
mengejar langkah kaki Ciaran yang secepat rusa. Tangannya menggandeng tangan
kecil Finnian. Mereka menyusuri jalan pintas pedesaan, jalur terdekat menuju
rumah Shane. Tidak terlalu sepi, tapi lumayan naik-turun jalannya. Untung saja,
pemandangn sebelah kiri adalah lautan lepas Teluk Sligo, jadi tidak terlalu
membosankan.
“Ini nggak
lari, Nan…, ini jalan!!” balas seru Ciaran.
Rossie geleng-geleng kepala.
Melihat kakaknya sudah jauh, Finnian menggeliat
melepaskan tangannya dari genggaman tangan Rossie. Ia ingin ikut jalan di samping
kakaknya.
“Kaaaak!!!”
rengek Finnian.
“Ci…
jangan lari!
Dengan terpaksa Ciaran mengehentikan larinya dan menunggu adiknya berlarik kacil menuju.
Ciaran langsung menggandeng tangan Finnian dan
mengajak adiknya jalan lebih cepat.
“Ayo,
Finn, cepetan….,”
“Ci!!!
Jangan diajak lari adiknya !!!” pekik Rossie setengah panic.
“Ini
nggak lari, Nanny…., ini jalan cepet !!!!” balas Ci cuek tetap mengajak adiknya
jalan cepat.
Tapi pastinya, Finn tidak akan kuat. Ia langsung
minta berhenti, mulai merengek, dan langsung menangis.
“Bagus,
Finn menangis sekarang,” langsung menghampiri kedua kakak beradik itu. Ci sibuk
membujuk adiknya berhenti menangis, dengan minta maaf.
Rossie langsung menggendong Finnian dan membujuknya
berhenti menangis.
Dan begitu tangis Finn berhenti, Ciaran langsung
kembali jalan cepat menuju rumah Pamah Shane meninggalkan adiknya.
“Kaaaaakkkkk!!!!!”
Rossie mengehela nafas sebelum mempercepat
langkahnya menyusul Ciaran
Kurang dari setengah jam, mereka
sudah sampai di rumah Shane. Ciaran langsung menuju istal di belakang rumah
Shane.
“Ooomm….!!!”
pekik Ciaran sumringah menemukan pamannya sedang mengganti sepatu besi kudanya.
Gilles ikut menemani ayahnya.
“Hey Ci,”
sahut Shane tanpa melepaskan perhatiannya, terlebih menoleh, dari
konsentrasinya melepas sepatu besi salah satu kuda terbaiknya.
“Hey,
Gilles…,” Ciaran menyeringai pada sepupunya yang usianya hanya terpaut satu
satu tahun lebih muda dari dirinya.
“Hey ….”
Gilles tersenyum lebar.
Desahan lega terdengar dari Shane begitu ia selesai
memakaikan sepatu itu. Ia mendongak dan melihat Ciaran yang tak pelak lagi
berbinar matanya jika dekat dengan kuda.
Shane tersenyum menyambut keponakannya, juga pada
Rossie.
“Hey,
Rossie….”
“Hey,
Shane…, maaf merepotkan, membawa Ciaran ke sini,” Rossie tersenyum nggak enak.
“Nggak
apa-apa…,” Shane tersenyum santai, lalu beralih pada Ciaran.
“Ci sudah
bilang dadda, kamu di sini, kan?” tanya Shane, karena ia tahu Kian dan Keavy sedang
menghadiri acara amal dari para peselancar, dunia Kian sekarang.
“Sudah…,
nanti menyusul ke sini katanya,”
Shane mengangguk puas, dengan mengacak-acak rambut
Ci.
“Gimana
Oom, Finn boleh naik yang mana ?” penuh
semangat.
Shane
menoleh pada Finnian dengan tersenyum, lalu menggendongnya.
“Finn mau
naik kuda? Kita naik kuda yang ….,” mata Shane berkeliling mencari kuda yang
tepat dari sekian banyak koleksi kuda yang ia miliki.
“Gimana
kalau yang itu …?” Shane menuju kuda yang tidak terlalu besar yang memang sudah
dipersiapkan olehnya untuk Finnian.
Finnian tersenyum girang ….
“Kalau
aku, Oom?” Ciaran tak mau ketinggalan, ia juga pastinya mau naik kuda.
Shane harus tersenyum geli.
“Ci bisa
naik yang itu,” seraya menunjuk seekor kuda yang tidak terlalu besar, yang
memang sudah dipersiapkan.
Ciaran tersenyum senang. Ia menengok sepupunya yang
sudah menuju kuda kesayangannya yang siap dinaiki di samping kuda yang
disiapkan untuk Ci.
Dengan girang, Ciaran menuju kudanya dan dengan cekatan
naik ke atas punggungnya.
Dalam hitungan menit, empat pria itu (Shane,
Gilles, Ciaran, dan Finnian) sudah ada di atas punggung kuda masing-masing.
“Tinggal
bentar ya, Ross. Oh, Gill sedang nggak di rumah, tapi kalau mau masuk ke rumah
masuk aja…, aku ngasuh mereka dulu sebentar … hehehehe…”
“Okey…,
paling minta minum ya…, haus, tadi diajak jalan sama Ci…”
“Jalan? Kalian
jalan dari rumah?”
Rossie mengangguk.
Shane hanya geleng-geleng kepala. “ya udah ambil
saja, bebas…
“Ok,
trims, titip ya …” Rossie tersenyum
geli.
“Pasti
….”
Rossie tersenyum dan melihat ketiga kuda berjalan
keluar dari istal.
Selepas mereka pergi Rossie dan Jullie menuju
dapur, dan membuat jus jambu (tumben ada jambu merah banyak di kulkasnya Gill),
dan membawa ke teras belakang, menunggu Shane, Gilles dan Ciaran juga Finnian
selesai berkuda. HAUS! Gila aja, disuruh jalan sama Ci, 10 Km, medannya naik-
turun lagi ….!
Rossie memperhatiikan Shane, Gilles dan Ciaran
berkuda. Mereka berada di arena haling rintang tak jauh dari teras. Memang
tidak bisa dipungkiri mata Ciaran begitu bersinar dengan indahnya jika bersama
kuda. Heran, Ciaran bisa begitu cintanya dengan satu hewan ini, padahal kedua
orang tuanya sama sekali bukan penggemar kuda, terlebih Kee-an yang sama-sekali
takut dengan kuda.
Rossie tersenyum sebelum memutuskan masuk ke dalam
untuk membuat camilan makan siang untuk mereka.
Saat ia sedang asyik membuat sandwich, terdengar
suara kaki kecil berlari masuk ke dalam rumah.
“Nanny, Om
Mark mau dateng …,”
“Heh?”
Rossi kaget. “Kata siapa ?”
“Barusan si
oom telepon Om Shane, katanya nyariin aku ke sini …” dan langsung lari keluar
rumah.
“What?
Nyariin kamu!?” protes Rossie tidak terima, tapi Ciaran sudah melesat keluar
menuju kudanya. Halah tuh anak…
Eh beneran,
masak Mark mau ke sini buat nyariin Ciaran??? Hujan badai, kalau beneran Mark
nyariin Ciaran; yang ada juga Mark nyariin Kian atau Shane.
Tapi beneran, tak berapa lama, tiba-tiba ia mencium
aroma yang sangat dia kenal. Aroma aneh yang sangat khas tapi ia suka. Rossie
langsung menengok ke arah pintu, dan masuklah itu sosok yang memang sudah
diharapkan Rossie kedatangannya, hanya bukan di sini di rumah Shane, tapi di
rumah Kee-an buat menjemput dia membawa mereka ke sini. ERGGHHHH
“Hi,
sayang ….” Rossie menyapanya dengan memberikan senyum termanisnya.
Tapi bukannya menyahut sapaan hangat kekasihnya,
Mark justru melewatinya dengan kalimat.
“Ci di
belakang, ya, sama Shane…?” dan langsung menuju halaman belakang. “Oh, ini,
titipan dari mama, kamu bikini semuanya, ya…, bantuin ngabisin katanyam” seraya
menyerahkan kantung plastik hitam pada Rossie, lalu bergegas ke luar.
Rossie terkatup melirik isi dalam tas plastik
hitam… dan membuatnya terpaku kaget, dan tersenyum simpul
‘Jengkol ….? Yang bener aja, masak sebanyak
ini? Ini ada 5 kiloan…’
“Say ini
mau digimanain? Dimasak semuanya!?” Rossie setengah berteriak, tapi orang yang
ditujunya sudah keluar rumah, tanpa mendapat jawaban.
Rossie sempat terdiam, “Aku baik-baik saja, kok,
say …., makasih sudah nggak tanya keadaanku….” serunya pahit dan gondok. Mark bener-bener nyariin Ciaran, beneran
hujan badai ini mah….
Rossie langsung mengikuti Mark ke halaman luar,
mencari tahu apa yang tengah terjadi dengan tiba-tiba Mark mencari Ciaran.
Dari jauh Rossie melihat gelagat tidak enak dari
tiga pria itu; Shane, Mark dan Ciaran dari kejauhan. Shane, Ciaran, dan Finnian
sudah turun dari kudanya. Dan tak lama, mereka bersama-sama menuju ke kembali
ke teras.
Rossie langsung berbalik ke dalam rumah, segera
menjalankan titah Sang Kekasih memasakkan bahan masakan yang dibawa Mark
untukknya dari ibunda tersayang.
“Gill,
pinjam dapurmu, yaaaa….,” seru Rossie sebelum memulai mengacak-ngacak dapur
indah milik Gillian Filan, yang tentu saja tidak mendapat jawaban dari si
empunya.
Di halaman….
Mark dan Shane duduk di bangku
teras, sementara Ciaran sudah asyik duduk di ayunan memangku Finnian dengan
buku di tangan…, Gilles sedang ke istal mengembalikan dan membereskan
kuda-kudanya.
Mark sempat mengintip ke dalam
rumah dan melihat kekasihnya sudah sibuk di dapur. Mark tersenyum bangga.Rossie
memang cerdas, tak perlu disuruh harus masak apa, ia sudah tahu harus masak
apa. Mark menjilat bibirnya, belum-belum sudah membayangkan lezatnya masakan
yang sedang dibuat Rossie.
“Hey…,
mana, liriknya…, katanya bawa lagu baru…,” Shane memecah imaginasinya.
“Eh iya…,
ini…” Mark langsung menyerahkan kertasnya pada Shane.
Shane menerimanya. “Lagu tentang apa ini?” seraya membukanya kertas yang dilipat-lipat
ini.
“Tentang
kuda….”
“Heh,
tentang kuda?”
Radar kuda Ciaran yang berada tak jauh dari mereka,
langsung menangkapnya, meski ia sedang konsentrasi membacakan buku cerita pada
adiknya. “Ada yang bilang kuda??”
Shane harus tersenyum geli…., “Yup, Ci, oom mu ini,
bikin lagu tentang kuda.”
Mata Ciaran langsung berbinar, “Mana, oom, lihat,”
menurunkan Finnian dan ikut bergabung dengan kedua pamanya.
“Karena
keren, oom…” komentar Ciaran.
Mark tersenyum geli, “Kamu kalau soal kuda, pasti
keren, Ci, sama seperti oom-mu yang satu ini,” mengarah pada Shane.
Shane tersenyum kecut.
“Mau
dimasukkan ke dalam album kalian oom…?” Ciaran bersemangat.
“Rencananya sih gitu…”
Shane tertegun, “dimasukin ke album? Yakin bisa
dimasukin ke album …?” dengan tersenyum ragu.
“Memangnya kenapa?”
“Lha
bapaknya dia, gimana?” Shane mengarah pada Ciaran. “Yakin Kee-an ikhlas ada
lagu tentang kuda di album kita? Yang ada juga jawaban 5 huruf, TIDAK….” Shane
harus tersenyum geli dengan sahabat plus sepupunya yang satu itu. “NOT IN A MILLION YEARS, Mark… hehehehe”
Mark terkatup.
“Keavy
bisa bujuk Kian ,nggak?” Mark masih mencari peluang.
“Keavy?
Nggak yakin…. Tapi kalau Ciaran yang bujuk masih ada kemungkinan.”
Keduanya langsung menoleh pada Ciaran.
Ciaran langsung menangkap maksud dua pamannya ini, “Heh…,
bujukin dadda…?” terkaget dengan tatapan kedua pamannya. “Nggak janji, oom…,
oom tau sendiri dadda kayak apa….”
“Oh, iya,
kami pastinya sudah tahu daddamu seperti apa, Ci…,” Shane tersenyum geli.
Ciaran hanya nyengir, ‘pastilah’
ENDUS ENDUS ….
“Mhmm….,
baunya sudah kecium nih, harum…,” Mark tersenyum girang, dan masuk ke dalam.
Sementara Ciaran memicingkan hidungnya dengan bau
asing yang baru ia rasakan dan baunya …. Ia langsung melongok ke dalam dan
melihat Nanny sedang sibuk di dapur. Penasaran ia ikut masuk ke dalam dengan
mengandeng Finnn
“Nanny
masak apaan sih ?”
“Semur
Jengkol, Ci, kesukaan oom mu ini…”
“Apa,
Jengkol? Masakan apa tuh? Kok baunya begini, Nan…, yakin bisa dimakan?”
Rossie mengangguk.
“Jengkol
adalah masakan terlezat yang ada di dunia…” timpal Mark seraya mengecup pipi
kekasihnya dari belakang. “Thankyou honey
…”
“Youre welcome, sweetpie…,”
Ciaran bergidik geli…, selain dengan aksi mereka
berdua, dia juga tidak bisa membayangkan masakan sebau ini bisa menjadi masakan
terenak sedunia.
“Sama
pizza, enak mana oom?” Ciaran menyebut masakan favoritnye.
“Enak
ini, Ci…”
“Hah?
Yang bener?”
“Dijamin!”
Ciaran mengernyitkan hidung dan keningnya, meski
penasaran dengan wujud bernama Semur Jengkol ini.
Tepat saat Ciaran mau mengajak Finnian kembali ke
teras belakang, dua sosok amat disayangnya muncul di pintu.
“YUHU!!!”
“Daddaaa!!!!” pekik Finnian girang dan langsung menyambut ayahnya.
HOP, Kee-an menangkap Finnian dan menggendongnya.
“My little
man,” seraya mengecupnya.
“Waduh bau
apa ini?” Keavy langsung menyelidik ke dapur.
“Nansy
Rossie masak semur jengkol maa….”
“Oooo ….”
“Nggak
yakin rasanya enak, ma…,”
Keavy tersenyum simpul, “tunggu sampai Ci coba
sendiri. Masakan kesukaan daddamu, nih….”
“Heh….kata
siapa aku suka jengkol?” Mendengar namanya disebut sensitive Kee-an.
“Suka
tapi malu mengakui, Ci… hehheehee”
“Sudah-sudah, jangan saling berkomentar dulu, tunggu sampai masakannya
matang, dan kalian semua akan dapat bagian, karena Mary (ibunda Mark)
membawakan 5 kilo jengkol untuk dimasak semua.”
“Heh,
lima kilo?” Kian terkaget.
“Mau
jualan, bu?” gelak Keavy kaget.
Rossie hanya tersenyum kecut. “Tanya sama mamanya
Mark, sanah…,” tapi langsung tersenyum geli.
“Ci mau
naik kuda lagi, nggak?” Shane menanyakan seraya melenggang keluar rumah.
“MAU,
OOOMMM !!!!” dan langsung mengikuti pamannya kembali ke luar.
“KUda!
Kaaakkk!! ” pekik Finnian tak mau kalah, dengan tangan menggapai keluar rumah
ingin ikut dengan kakaknya.
Kee-an hanya menghela nafas sebelum mengikuti
Ciaran keluar, dan menyiapkan dirinya untuk berdekatan dengan hewan satu itu
yang bernama kuda.
Keavy langsung membantu Rossie dengan proyek semur
jengkol yang banyak ini.
“Mhmm,
harum apa ini…?” Gillian tiba-tiba muncul di pintu bersama Tara, gadis ciliknya
yang berumur 8 tahun. “Eits, ada yang mengacak-ngacak dapurku, ternyata….”
dengan tersenyum simpul.
Rossie menyeringai, “Maaf aku ngacak-ngacak
dapurmu, Gill, Mark minta dimasakin semur jengkol.”
“Hey, princess,” Keavy menggendong Tara dan
mengecupnya gemas.
“Heh,
semur jengkol? Sebanyak ini pula? Yakin
nih ???”
“Iya.”
“Habis
nggak nih ?” Gill takjub dengan jumlah semur jengkolnya.
“Kalau bigitu
panggil Gina aja, ajak Nicky ke sini,” usul Keavy.
“Boleh
juga….,” usul yang disetujui Gill. “Aku telepon Gina sekarang.”
“Gina mau
ke sini. Sudah lama Nicky nggak makan Jengkol, kangen rasanya,” lapor Gill
seraya menutup teleponnya.
Rossie dan keavy tergelak mendengarnya.
Di halaman belakang
“Nggak, Not In A million Years, Mark. Nggak akan
pernah aku izinkan lagu tentang kuda masuk ke dalam album kita. Yang bener aja,
Mark.”
“Tapi Ki
…,” Mark siap meratap, membujuk, mengiba.
“No,Mark.
Dan jangan harap kamu bisa memakai Ciaran untuk membujukku,” memberikan
ultimatum terakhir.
Mark-pun terkatup kecewa.
“Cari
lagu lainlah, Mark, kenapa harus tentang kuda, sih…..”
“Kuda
keren…,” celetuk Finnian pendek menggemaskan, mengagetkan keduanya. Kee-an
hanya bisa menghela nafas pasrah dengan geleng-geleng kepala. Finnian sudah
tekena racun kuda. Thankyou Shane!
“YUHUUUU!!!! Sudah siap semur jengkolnya nih !!!” seruan riang Keavy dari
dalam rumah menggema hingga keluar.
Mark dengan semangat
menyambungkannya ke area halang rintang tempat Shane dan Ciaran masih asyik berkuda,
sebelum masuk ke dalam, sementara Kee-an menunggu Ciaran turun dari kudanya.
Di Ruang makan sudah tersaji dan
tertata rapi, sajian SEMUR JENGKOL ALA ROSSIE. Mark menjilat bibirnya sendiri,
sudah tak sabar ingin segera melahap masakan terlezat sedunia.
Di teras, setelah memastikan
putranya sudah turun dari kuda dan berjalan bersama dengan Shane dan Gilles,
Kee-an pun menyusul masuk ke dalam.
Finnian diserahkan pada Keavy, karena
Keavy sudah menyiapkan makanan khusus untuk Finnian, karena tidak mungkin Keavy
dan dirinya mengizinkan Finnian yang masih berumur 5 tahun sudah makan jengkol.
Hohohoho, tidak mungkin, jangan sekarang.
Mereka sudah siap di kursi makan
dengan Mark yang mengusap-usapkan tangannya dengan tak sabar saat Shane,
Gilles, dan Ciaran masuk ke dalam rumah.
Bau kandang kuda menyeruak di ruang makan.
“Shane,
Gilles mandi dulu sana…,” Gill langsung bersuara dengan wujud dua laki-laki
terindah dalam hidupnya yang sama-sama tergila-gila pada kuda- damn like father like son, tak ada beda
dengan yang ada di istal.
“Oke
maa…” keduanya menjawab bersamaan.
“Kamu
juga Ci…, mandi sama Om Shane,” perintah Kee-an.
“Heh?
Mandi sama Shane…,” Keavy terkaget.
“What,
mandi sama Oom Shane, Dad?” Ciaran lebih terkaget lagi.
“Mandi
sendiri-sendiri Ci…!! Ini juga bapaknya aneh-aneh aja,” protes Keavy.
Tiba-tiba Ciaran menoleh pada Rossie.
“Nanny
masih mau mandiin, aku, nggak?” dengan senyum nakal.
“Kamu sekarang
mandinya sendiri aja, ya, Ci, udah gede,” Rossie tersenyum bijak.
“Oke, aku
juga lupa, Nanny sekarang lebih suka mandiin Om Mark.”
DZIG!
“MANDI
SEKARANG, CIARAN!!!”
“IYA,
MAAAA!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! Tante Gill pinjem kamar mandinya!!!
” langsung ngabrit ke kamar mandi.
****
Mark sudah meneteskan air liurnya saat Rossie
menuangkan Smash Potato dan menyiramkannya dengan Semur Jengkol yang masih
mengepul hangat.
Mark menelan ludah sebelum menyendokkan smash
potato dengan toping sepotong jengkol dan memasukkannya ke dalam mulutnya ….
“HHMMMMMMMM….. YUMMY !!!!!! tak terkira rasanya ………” Mark menutup mata,
begitu menghayati kelezatan semur jengkol istimewa ini.
Kontan Kee-an, Keavy, Gill dan Rossie tergelak
melihat mimik muka Mark … Kee-an melemparkan wajah Mark dengan serbet, hingga
Mark terkaget dan membuka mata.
Mark mendapati kedelapan pasang mata, plus sepasang
mata kecil Little Finnian memandangnya takjub.
“Eh,ayo
lho… dimakan, enak…jangan malu-malu,” dengan polosnya menyilahkan
sahabat-sahabatnya.
Tawa keempatnya semakin kencang tak tertahankan,
tapi tak ada yang mengalahkan tawa Kee-an. Sampai menangis!!
“Hiiih…., dadda ketawanya kenceng amat ….,” Ciaran tiba-tiba muncul
dengan tubuh sudah bersih dan wangi sabun mandi.
“Eh, kok
cepet amat mandinya, sudah bersih belum?” Keavy tak percaya.
“Sudah,
maa…,” Ciaran memutar bola matanya. “Mana, maa, aku mau nyoba…,” Ciaran
penasaran ingin coba, terlebih setelah mendengar ayahnya tetawa hebat dan
sekarang sudah menuangkan semua jengkol di piringnya dan menyuapkan ke
mulutnya.
Keavy langsung menuangkan smash potato serta semur
jengkolnya ke piring lalu memberikannya pada Ciaran.
“Sedikit
aja dulu, nyoba kan, jaga-jaga kalau kamu nggak suka.”
Ciaran hanya mengangguk. Dan memandangi wujud serta
aroma yang aneh ini di piringnya. Diperhatikannya ayah dan pamanya sama-sama
terlihat begitu menikmati sajian ini. Sepertinya
memang harus dicoba.
Dengan menutup mata, Ciaran perlahan-lahan
memasukan porsi kecil smash potato dengan jengkol di atas sendoknya ke dalam
mulutnya. Ia menutup mulutnya masih dengan menutup mata dan perlahan-lahan
melumatnya di dalam mulutnya.
Matanya langsung terbelalak lebar, begitu masakan
itu menyentuh seluruh titik indar perasa di lidahnya.
“ENAK
MA!!!!!” pekik Ciaran tanpa rasa malu.
UHUK, Kee-an hampir tersedak melihat reaksi anaknya
dan dilanjutkan dengan gelak tawa ronde keduanya.
“You
are damn right, Ci!” tentunya sangat disetujui Mark.
Dan tanpa dikomando, baik, Ciaran, ayahnya, dan
pamannya langsung menyerbu semur jengkolnya, meninggalkan Keavy, Gill dan sang
chef Rossie terbengong dengan geleng-geleng kepala.
“WOY!
Jangan dihabisin, tuan rumahnya belum kebagian!!” Shane tiba-tiba menyeruak
masuk bersama Gilles, dan langsung mengambil piring
“Salah
sendiri mandinya lama,” sahut Mark cuek.
Shane hanya geleng-geleng kepala, dan langsung bergabung
menyerbu semur jengkol.
“Permisi,
mau ikutan pesta jengkol,” suara lembut malu-malu seorang wanita terdengar di
pintu depan.
Kesemuanya menengok kearah pintu.
“Gina!”
“Nico!”
“Gerry,
Nicole!”
Mereka menyambut keluarga Byrne dengan suka cita.
“Mari… mari…mari….,
kita pesta jengkol bersama,” seru sang Tuan Rumah penuh bersahabat.
********
“Aaaaaah,
enaknya, kenyaaangggg….!!! terima kasih Nanny,” ucap Ciaran puas, dengan
mengecup pipi pengasung tersayangnya.
“Sama-sama,
sayang,” Rossie mengecup balik pipi bayi asuhannya.
“HEIGH….BURB…. AAAAAAHHHHHHHH”
*sendawakencengbanget
Kontan mereka semua tertawa
Menyeruakkan aroma tak sedap ke seluruh ruangan, membuat
mereka menutup hidungnya.
“Mark,
yang sopan, ah,” Rossie sudah merah.
“Erghm,
maaf….,” dengan tersenyum malu.
Mereka hanya geleng-geleng kepala.
“Oomm
ikut ke pipis ya ….,” seraya lari ke kamar kecil.
“Eh, Ci,
jangan di kamar mandi utama !” sergah Shane, karena ia tahu efek yang akan
terasa di kamar mandi utama, kamar mandi terbagus kedua setelah kamar mandi di
kamar tidurnya. “Di kamar mandi belakang sana, samping garasi, yang jarang
dipakai.”
Terlambat. BLAM
“Telat,
anaknya sudah masuk kamar mandi utama tuh,” sahut bapaknya cuek.
Shane hanya bisa mengehela nafas pasrah.
***
“Eh,
sudah disiram bener belum, Ci?” sambut Shane langsung begitu melihat Ciaran
keluar kamar mandi.
“Sudah
oooommmmmm,” seraya setengah berlari keluar rumah, dengan satu tempat yang
ditujunya.
“Ah nggak
percaya ….,” Shane beranjak ke kamar mandi dan mengeceknya sendiri.
“CI!!!!!!!! MASIIIIHHHHH BAUUUUUUU!!!!!!”
Kee-an hanya menepok jidatnya.
“Awas
kalian semua kalau buang air kecil, di kamar mandi belakang, ya ….” Tukas Shane setengah
mengancam.
Kesemuanya geleng-geleng kepala. Bukan Tuan Rumah
yang ramah ….
***
Selepas Pesta Jengkol berakhir,
keempat keluarga itu berkumpul di ruang tengah kediaman Kel. Filan, menikmati
wine, (susu untuk Gilles, Ciaran, Gerry dan Nicole), ditemani dentingan piano
Kee-an, dengan Finnian duduk di atas piano menemani ayahnya bermain.
Mark duduk di sofa bersama Rossie. Gina bersama
Nico, Gill dan Keavy menemani anak-anak bermain di karpet, sementara Shane duduk
santai Kesemuanya mendengarkan permainan Kee-an.
Semuanya hening, begitu menikmati, hingga tiba-tiba
suara Mark memecah keheningan, begitu permaianan piano Kee-an
berakhir…
“Okay
guys, listen up….sebelumnya, aku mau
mengucapkan terima kasih karena kalian mau ikut menikmati pesta jengkol-ku yang
Sungguh-Demi Tuhan-Sumprit- tidak kurencanakan, hanya membawa titipan mama,
untuk menghabiskan jengkol 5 kilo itu. I really really appreciate it. Dan
tentunya terima kasih untuk kekasih tercintaku, Rossie yang bersedia dan MAMPU!
Memasak jengkol sebanyak itu dan seenak itu untuk kita. Thankyou very much Dear….,” seraya mengecup bibir Rossie.
Gill langsung menutup mata Tara dengan tangannya
untuk menghindari pemandangan orang dewasa.
“Okay….,”
Mark melepaskan diri dengan tersenyum malu. “Selain itu, mumpung semunya sedang
berkumpul di sini…, dan aku mau kalian kalian jadi saksikanya. Saksi kita
berdua.”
Kesemuanya terpaku tegang. WEIT ada apa ini, Mark merencanakan apa?
Mark tersenyum dengan sumringah dan lebar mengarah
ke Rossie, membuat kekasihnya ikut gugup.
Dikeluarkannya dari saku bajunya.
HEH, SEBIJI JENGKOL?
Hampir saja mereka semua meledak tawanya, jika Mark
tidak langsung melanjutkannya dengan mempersembahkan biji jengkol tersebut yang
ternyata di tengahnya tersemat sebuah cincin manis, pada Rossie…
Jantung Rossie langsung berhenti, terkatup paku…
“Rossie…, I know I’m not the best man in
the world. I know I’m not the easisest person in the world, but I can give you
love . I love you so much, and thankyou for everything we have in these past 3
years, you made me as happiest man in the world. So…. So… Rossie McCullen,
would you marry me…?”
Rossie berhenti bernafas, jantungnya berhenti
berdetak, hanya kedua matanya yang berkedip-kedip tak percaya bergantian memandangi
jengkol dan mata Mark yang berbinar gugup menunggu jawaban, Mark benar-benar
melamarnya, melamarnya dengan sebutir jengkol !!!
“Jangan
kamu lihat jengkolnya, tapi lihat aku, lihat aku: laki-laki yang mencintaimu
dan kamu cintai, yang akan menghabiskan waktu bersamamu hingga maut memisahkan
kita.”
Rossie masih berkedip-kedip tak percaya. Ia mulai
bernafas, menata emosinya.
“Rossie….”
Kesemuanya tersenyum menahan luapan bahagia
menunggu detik-detik bersejarah ini.
“Nanny Ross….?”
Ciaran tak sabar mendengar jawaban pengasuhnya ini.
“I DO
MAAAAARKKKKK!!!! I DO MARRY YOU !!!!!!” pekik Rossie dengan merebut jengkolnya
dari tangan Mark dan langsung mengecup Mark erat.
SORAK SORAY KEBAHAGIAAN MENGGEMA DI RUANG KELUARGA,
dan berebutan mereka memeluk calon suami istri yang berbahagia ini.
“YEAAAAAAYYYYYYYY- CONGRATULATION MARK-
ROSSIEEE !!!!!!!!”
THANKYOU
JENGKOL YOU REALLY MADE ONE HELL CRAZZY DAY IN THIS FAMILLY!!!!!!!
*eurgh…,
sound weird huh???? Heheheheheh
THE END!!!!
Thanks to Nita and Levi for the craziest chat today
!!! You really are sick Hahahahaaahhahaha, LOVE YOU!!!!
wahahahahahahaahaha jengkol yang patut diciba XDXDXD
ReplyDeleteHeyyyyyyy...!!!!
ReplyDeleteWhy My Man jadi doyan makan jengkolll ???? :O
Emang di UK lagi musim jengkol bs belanja jengkol 5 kg ???
LOL..
Tapi lucu kok..
Ngakak baca'a..!!
Bener" kreatif!!
BTW, tuh kan bs buat Kian'a takut kuda dan lain" sebagainya. Tapi kenapa pas w blg Kian Keras di Luar Lembek didalam. aku diprotes ??!
iya, iya, maaaaaafff :D -
ReplyDeleteperfect, khayalan kemarin pagi bisa kaya gini. otak makin panas nih.. :D upz sorry untuk urusan jengkol, itu cuma buat seneng2 aja. ga usah protes deeeh.. lagian yang punya ide orang indo, ya wajar toh klo ada jengkol masuk ke cerita, n one thing, Jengkol itu enak! gak percaya? coba aja!! :p
ReplyDelete